Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar (Learning How to Learn), bukan Learning What to Learn (belajar tentang sesuatu)
Dra Subiyati
KITA ingat betul waktu itu, bagaimana wabah virus Covid-19 membelah model kebijakan institusi lembaga pendidikan terkait moda pembelajaran. Banyak yang langsung mengalihkan moda pembelajaranya ke daring. Banyak juga yang masih belum berpindah haluan. Banyak yang dipikirkan matang-matang memang, mulai dari kesehatan masyarakat sampai kesiapan infrastruktur, para siswa, karyawan dan gurunya.
Pandemi Covid-19 telah berdampak pada berbagai sektor kehidupan, seperti ekonomi, sosial, termasuk pendidikan. United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pun menyatakan bahwa wabah virus COVID-19 telah berdampak terhadap sektor pendidikan. Di seluruh dunia, hampir 300 juta peserta didik terganggu kegiatan sekolahnya dan terancam berdampak pada hak-hak pendidikan mereka di masa depan.
Dan banyak anak-anak usia sekolah di Indonesia kini belajar di bawah ancaman pandemi Covid-19. Seperti dilakukan oleh banyak negara, untuk mencegah penularan virus Covid-19 di sekolah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan surat edaran bertanggal 24 Maret 2020 yang mengatur pelaksanaan pendidikan pada masa darurat penyebaran Covid-19. Kebijakan “Belajar dari Rumah” ini tepat untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah.
Di Indonesia sendiri, dunia pendidikan ikut merasakan dampaknya. Jika kondisi seperti ini terus berlarut, bisa dipastikan dampaknya terhadap sektor pendidikan juga akan semakin meningkat. Dampak yang paling dirasakan adalah peserta didik dan instansi penyelenggara pelayanan pendidikan, seperti sekolah di semua tingkatan, lembaga pendidikan nonformal hingga perguruan tinggi.
Dinas Pendidikan DIY pun mengeluarkan kebijakan memperpanjang waktu pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM). Sehingga, kegiatan belajar mengajar semua jenjang dilakukan di rumah peserta didik masing-masing. Guru melakukan proses belajar mengajar melalui media daring (online) dan menutup sementara sekolah dari aktivitas belajar mengajar.
Imbauan tersebut merupakan langkah antisipasi penyebaran Covid-19. Tentu perlu diapresiasi sebagai langkah konkret Dinas Pendidikan DIY dan Kabupaten/Kota se-DIY. Berbagai inovasi pendidikan pun terus dilakukan oleh tenaga pendidik di tengah pandemi Covid-19 ini, dengan memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan efektif meskipun dilakukan di rumah. Jangan menganggap hal tersebut sebagai liburan dan bepergian ke tempat ramai yang menyebabkan kebijakan ini menjadi tidak tepat sasaran.
Perlunya Inovasi Pembelajaran
INOVASI pembelajaran merupakan solusi yang perlu didesain dan dilaksanakan oleh guru dengan memaksimalkan media daring. Guru dapat melakukan pembelajaran menggunakan metode E-Learning, yaitu pembelajaran memanfaatkan teknologi informasi (TI) dan komunikasi.
Pengajaran itu bukan hanya tentang apa yang dilakukan pendidik ke peserta didiknya, tetapi tentang interaksi antara pendidik dan peserta didik di sekitaran konten pembelajaran dalam lingkungan-lingkungan belajar tertentu.
Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan melalui perangkat komputer (PC) atau laptop yang terhubung koneksi internet. Gurupun bisa melakukan pembelajaran bersama di waktu yang sama dengan menggunakan grup di media sosial, seperti Whatsapp (WA), Telegram, aplikasi Zoom ataupun media sosial lainnya.
Dengan berbagai inovasi pembelajaran ini, diharapkan guru tetap semangat menerapkan pembelajaran daring. Yang penting, jalani dengan suka cita dan berikan yang terbaik bagi peserta didik. Mungkin tidak sempurna, namun setidaknya sudah berusaha.
WhatsApp (WA) adalah alat pertama yang saya pikirkan. Karena sebelum-sebelumnya orang tua wali siswa di PAUD ‘Aisyiyah Karangjati Indah 1 Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, sering berkomunikasi dengan saya melalui aplikasi ini, apakah itu terkait janjian untuk bimbingan anaknya ataukah untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait konten atau tugas sekolah. Selain itu, aplikasi ini ringan alias tidak terlalu memakan kuota internet yang besar bagi wali siswa.
Perbincangan di grup WhatsApp (WA) saya atur agar dalam waktu yang tersedia, paling tidak saya harus menyebutkan tujuan pembelajaran, menanyakan kabar siswa, menyampaikan konten pembelajaran, melakukan diskusi atau tanya jawab, dan diakhiri dengan pembuatan rangkuman dan tindak lanjut.
Memberikan Tugas Terukur
GURU dapat memberikan tugas terukur, namun tetap memastikan setiap hari pembelajaran peserta didik terlaksana tahap demi tahap. Dan, masih banyak inovasi lain yang bisa dilakukan oleh guru demi memastikan pembelajaran tetap berjalan dan peserta didik mendapatkan ilmu sesuai kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah.
Saat inilah, guru dituntut mampu menggunakan TI yang selanjutnya diimplementasikan dalam proses belajar. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh guru. Namun dengan kemauan yang kuat, perlahan tapi pasti, guru akan terbiasa menggunakan TI dalam proses pembelajaran.
Untuk menunjang kegiatan proses belajar mengajar (PBM), guru harus kreatif dan inovatif. Guru dapat menggunakan berbagai aplikasi minimal WhatsApp (WA) agar bisa bertatap muka dengan peserta didik untuk pengawasan secara online.
Dalam kondisi seperti ini, mindset para guru harus diubah. Jangan lagi berorientasi pada aspek capaian kurikulum. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana agar kegiatan pembelajaran sesuai kontekstual kehidupan keseharian peserta didik di rumah.
Begitu juga para guru, saling berkoordinasi dalam kegiatan pembelajaran bagi peserta didiknya agar aktivitas yang dilakukan peserta didik merupakan kompetensi dari beberapa mata pelajaran terkait dan tidak memberatkan mereka.
Adapun materi pembelajaran yang bisa disesuaikan dalam menghadapi pandemi Covid-19 di antaranya:
1. Pembiasaan sehari-hari. Kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan peserta didik dilakukan secara bersama. Seperti pembiasaan makan bersama anggota keluarga di ruang makan, membersihkan rumah dan lingkungannya serta kegiatan lainnya.
2. Belajar kecakapan hidup. Guru juga dapat memberikan tugas kepada peserta didik di rumah berupa pembelajaran kecakapan hidup (lifeskill). Mulailah dengan cara-cara yang sederhana. Usahakan untuk ketrampilan tertentu, semua bahan dan alat yang tersedia di rumah saja. Sehingga peserta didik tidak perlu keluar rumah untuk mendapatkannya.
3. Sentuhan agama dan seni. Mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan seni kepada peserta didik dapat dilakukan oleh guru dengan memberikan tugas. Misalnya, peserta didik menghafalkan surat-surat pendek dari Al-Qur’an, belajar membaca Al-Qur’an, menulis dengan huruf Arab, salat berjamaah, dan kegiatan ibadah lain dalam pembiasaan.
Kegiatan-kegiatan tersebut bisa dilaporkan wali siswa dan orang tua siswa kepada guru, baik dalam bentuk foto ataupun video. Orang tua dapat mengambil gambar anaknya selama beraktivitas, kemudian melaporkan kepada guru. Sehingga, selama kegiatan belajar mengajar dari rumah tetap melibatkan orang tua dalam prosesnya. Ini menjadi kolaborasi yang baik antara guru, peserta didik, dan orang tua.
Terkendala Banyak Hal
SEJAUH ini, penerapan pembelajaran daring masih terkendala banyak hal, baik dari kompetensi guru, orang tua maupun infrastruktur pendukung. Masih banyak orang tua yang tidak mempunyai gawai yang memadai. Akibatnya, anak kesulitan mengerjakan tugas dari gurunya. Namun demikian, masih banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru agar peserta didik tetap mendapatkan haknya. Sehingga, inovasi pembelajaran harus lebih fleksibel disesuaikan dengan kemampuan peserta didik dan letak geografis tempat tinggal peserta didik.
Tak ayal, peralihan moda pembelajaran dari tatap muka — dan mungkin sebagian sudah menerapkan blended learning — ke pembelajaran jarak jauh akan menimbulkan banyak pertanyaan. Satu dari banyak pertanyaan tersebut mungkin seperti ini, “Bagaimana desain pembelajaran jarak jauh yang efektif?”
Untuk itu, pendidik dituntut untuk mengeksplorasi dan menerapkan berbagai macam teori, pendekatan, dan prinsip desain pembelajaran guna menciptakan lingkungan belajar yang inovatif bagi peserta didiknya. Oleh karena itu, pendidik perlu melakukan refleksi secara terus-menerus terhadap praktik pengajarannya, serta menerapkan dan mengembangkan model-model pembelajaran terkini.
Dalam menyediakan pembelajaran yang berkualitas bagi peserta didiknya, pendidik dituntut untuk senantiasa belajar dari dan dengan pendidik lainnya. Lebih jauh, pendidik juga harus tidak takut untuk menjelajah dan bereksperimen dengan metode-metode pembelajaran yang menjanjikan dan telah terbukti efektivitasnya sebagai upaya untuk memperbaiki praktik pengajarannya. Untuk mewujudkan budaya belajar ini, pendidik perlu untuk terlibat aktif dalam jejaring profesinya, baik lingkup lokal maupun global, serta selalu memperbarui pengetahuannya terkait hasil-hasil penelitian dalam bidang ilmu pendidikan.
Pendidikan harus tetap berjalan, meski siswa saat ini belajar di rumah terkait pencegahan virus Covid-19. Selama belajar, siswa mengerjakan tugas dari guru secara online atau daring (dalam jaringan). Demi kenyamanan siswa dalam belajar, guru pun harus berkreasi dan berinovasi dalam pemberian materi tugas.
Para guru harus mampu membuat tugas-tugas untuk siswa di rumah dengan senang. Tugas selesai, namun siswa tak merasa jenuh. Justru sebaliknya, rindu tugas berikutnya.
Selain juga guru perlu mengoptimalkan kemampuan penggunaan information technology (IT) dalam pembelajaran agar siswa tidak jenuh dalam melaksanakan tugas pembelajaran daring.
Guru yang berkreasi dan berinovasi dalam menggunakan metode pembelajaran akan membuat pembelajaran tidak terkesan monoton, namun lebih variatif dan anak lebih mencintai pelajaran.
Seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah, kini menggunakan metoda daring (dalam jaringan) alias online. Banyak sekali kisah menarik, lucu, maupun sedih yang terjadi dalam proses belajar dengan metode ini.
Bisa dilihat bagaimana gagapnya para pendidik, stresnya orang tua yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah, dan tentunya bagaimana siswa kebingungan menghadapi tumpukan tugas yang aneh-aneh dari para pendidik yang sedang gagap.
Secara proses, sebenarnya model pembelajaran modern ini sudah diatur dalam Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses dengan prinsip sebagai berikut:
- Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu
- Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar
- Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah
- Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
- Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
- Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
- Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
- Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills)
- Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat
- Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
- Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat
- Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas
- Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
- Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Apabila prinsip pembelajaran di atas diselaraskan dengan 4 pilar pendidikan yang disusun oleh UNESCO, yaitu Learning to Know (belajar untuk mengetahui), Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu), Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama), maka saat ini adalah kesempatan paling tepat untuk mengatur ulang arah dunia pendidikan kita yang selama sudah tersesat jauh dari tujuan.
Dunia pendidikan harus kembali mengajarkan cara belajar (Learning How to Learn), bukan Learning What to Learn (belajar tentang sesuatu). Semua ini tercermin dari isi pembelajaran daring akhir-akhir ini, di mana guru masih berkutat tentang konten atau materi yang dibuat untuk memberi tahu peserta didik daripada membiarkan mereka untuk mencari tahu sendiri.
Dengan adanya internet peserta didik dapat belajar untuk tahu, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi sesuatu, dan belajar untuk hidup bersama dengan pendekatan yang sangat berbeda di masa prainternet, di mana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Para pendidik cukup memfasilitasi bagaimana peserta didik dapat mencari tahu sumber belajar yang dapat dipercaya, bukan hoax, dan bukan sekedar opini seseorang yang kredibilitasnya masih diragukan.
Dra Subiyati, Kepala Kelompok Bermain ‘Aisyiyah Karangjati Indah 1 Bangunjiwo, Kasihan, Bantul