YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara yang berdaulat, tidak hanya terbentuk dalam wujud fisik. Namun juga ada ruh yang menjiwainya, salah satunya yaitu peristiwa Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Sumpah pemuda ini lahir dari rahim kaum muda dalam usaha menggelorakan cita-cita kemerdekaan dan sebagai tonggak penting untuk membangun kesadaran tentang pentingnya persatuan.
Dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema “Sumpah Pemuda dan Wawasan Kebangsaan Muhammadiyah”, Haedar Nashir menyampaikan, Sumpah Pemuda yang memiliki tiga matra keindonesiaan mempunyai peran penting sebagai pilar utama pembangunan nasional. Ia mengibaratkan Sumpah Pemuda sebagai batu bata yang saling bertumpuk dalam proyek pembangunan rumah yang kita sebut Indonesia. Pada konteks ini Muhammadiyah memiliki peran besar sebagai salah seorang arsitek dan teknisi bangunan keindonesiaan.
“Melalui wawasannya yang luas, KH Ahmad Dahlan mampu mengintegrasikan antara keislaman dan keindonesiaan sebagai napas perjuangan melawan belenggu penjajahan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut (16/10).
Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah mengungkapkan bahwa mempelajari sejarah merupakan sebuah kewajiban bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Tujuan dari belajar sejarah ialah untuk memahami masa lalu demi kepentingan masa depan.
Menurutnya, kisah memiliki arti dan makna yang berbeda dengan sejarah. Setidaknya ada tiga perbedaan mendasar antara keduanya. Pertama, sejarah mengulas secara detail keseluruhan peristiwa, sedangkan kisah tidak. Kedua, dalam sejarah, tokoh memiliki posisi yang sangat penting dan untuk kisah tidak demikian. Ketiga, sejarah membutuhkan data-data dokumentasi untuk pembuktian, tidak untuk kisah.
“Kisah bukanlah membahas tentang detail peristiwa, tetapi makna dan hikmah yang ada dibalik sebuah peristiwa,” tegasnya.
Mantan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah tersebut meneruskan, Peristiwa Sumpah Pemuda dapat dilihat sebagai realita sejarah, tapi juga sebuah kisah dari salah satu episode perjalanan bangsa. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar telah mengalami tiga peristiwa penting yang berkitan dengan kedaulatan. Pertama, Sumpah Pemuda yang disebut oleh para ahli sebagai kedaulatan budaya. Kedua, Proklamasi Kemerdekaan 1945, sebagai sebuah kedaulatan politik. Ketiga, di mata bangsa-bangsa dunia, Indonesia telah diakui berdaulat secara wilayah.
“Jika dari ketiga peristiwa ini dikaitkan dengan peran kader-kader Muhammadiyah, maka kita bisa melihat bagaimana kontribusinya yang sangat bermakna,” pungkasnya.
Yuanda Zara, Dosen Ilmu Sejarah UNY mengatakan, Kongres Pemuda II pada tahun 1928 yang akrab disebut Sumpah Pemuda memiliki pesan yang sangat kuat kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menyudahi agresinya di Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tentang kesadaran kebangsaan di kalangan pemuda.
“Peristiwa ini merupakan usaha dari para pemuda untuk mencari persamaan di tengah perbedaan yang beragam di dalam tubuh bangsa Indonesia. Maka lahirlah sumpah pemuda yang berbunyi, bertumpah darah satu, Tanah Air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Dan berbahasa satu, bahasa Indonesia,” ungkapnya. (diko)