Tadabbur Al-Maidah Ayat 32 di Penjara
Oleh: Royyan Mahmuda Daulay
Suatu ketika dalam pelaksanaan tugas sebagai pegawai penjara saya pernah mewawancarai klien narapidana yang kasusnya adalah laka lantas (kecelakaan lalu lintas) . Mengetahui kronologi kejadiannya membuat saya ikut bersedih dan merasa iba. Sebenarnya kejadian nahas tersebut bisa dihindari, sayang takdir Tuhan berkata lain, akibatnya satu nyawa hilang dan membuat nasib seseorang menjadi menderita di penjara.
Tidak menggunakan helm, kurang mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan ceroboh dalam berkendara menjadi poin utama dari kejadian malang tersebut. Andaikan semua itu dihindari pasti tidak akan terjadi hal yang merugikan seperti saat ini. Namun kalau semua sudah kehendak Ilahi, ya pasti tetap terjadi. Bagi kita manusia yang masih diberikan usia hanya bisa mengambil hikmahnya untuk kehidupan selanjutnya yang lebih baik lagi.
Selain korban yang kehilangan nyawa, tersangka pun mendapat mendapat kerugian yang tak terkira. Mulai dari di penjara sehingga terbatas lah kemerdekaanya, lalu keluarga yang harus menanggung derita dan iba, hingga stigma “mantan napi” yang ada di masyarakat akan selalu melekat di dirinya.
Bayangkan dari yang awalnya menjadi manusia bebas biasa, gara-gara kendaraan akhirnya harus merasakan kepahitan dunia. Dan mengerikannya, kondisi itu pun bisa menyerang siapa saja, pengguna kendaraan bermotor yang tidak beretika dalam berkendara, atau mungkin termasuk kita.
Gara-gara sebuah benda yang dicipta oleh manusia dengan tujuan untuk memudahkan kinerjanya dalam kehidupan, ternyata dapat memberikan kesuraman. Memang benar manusia lah yang ceroboh dalam menggunakannya sehingga menuai kenahasan. Namun masifnya produksi kendaraan motor yang beraneka ragam pun tidak kalah penting terhadap kontribusi kesuraman itu.
Saking banyaknya jenis kendaraan bermotor, semua perusahaan berlomba-lomba menjualnya. Harga murah dengan desain terbaik menjadi daya pikatnya. Sebagai manusia yang diberkahi hawa nafsu, siapa yang tidak tergiur ketika dimanjakan dengan aneka jenis pilihan, dan yang pasti murah. Pada akhirnya kendaraan membludak. Penggunanya pun bertambah banyak.
Awalnya hanya digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan efektivitas kerja, sekarang beralih siapa saja bisa menggunakannya. Mulai dari ibu rumah tangga, orang paruh baya hingga anak remaja yang belum mendapatkan izin berkendara dapat menggunakannya secara suka-suka.
Ironisnya, fenomena seperti ini merata di setiap daerah, bukan hanya kota-kota besar. Ekspansi pasar yang sangat lebar telah menghantarkan penduduk, baik kota maupun desa dapat menikmati dan memiliki kendaraan bermesin, baik roda empat maupun dua. Terlebih dengan iming-iming pembiayaan yang murah dan mudah (kredit).
Sayangnya kondisi ini diperparah dengan sikap yang kurang bijak dari beberapa pengendara. Ada pengendara sepeda motor yang srugal-srugul (zig-zag) saat di jalan. Ada pula pengendara yang tidak mengindahkan peraturan lalu lintas, mereka merasa bangga tidak menggunakan helm dan melanggara aturan yang ada. Lalu ada juga remaja-remaja yang memodifikasi knalpotnya sehingga membuat bising orang lain, serta perilaku-perilaku tidak lainnya yang meresahkan dan bahkan bisa membahayakan.
Peraturan sudah ditetapkan, penegakkan pun telah berjalan, tetapi tetap saja banyak pengguna yang tak menghiraukannya. Entah siapa yang salah, apakah kendaraannya atau manusianya?.
Akan sangat sia-sia apabila kita tidak dapat mengambil pelajaran dari kejadian orang lain. Sudah banyak kejadian di jalanan yang menyebabkan kematian dan kesuraman. Sayangnya, sedikit orang yang mau menjadikannya sebagai pembelajaran kehidupan. Padahal Allah Swt telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang artinya, “Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya “.
Dan menurut para ulama ayat ini menekankan agar setiap dari kita berupaya untuk selalu menjaga keselamatan jiwa (hifdzu an-nafs) yang merupakan salah satu kewajiban utama dalam syariat yang dikenal dengan istilah Maqoshidu Syar’iah.
Maka sebenarnya, dengan kita berupaya untuk tidak lalai dalam berkendara sehingga meminimalisir terjadinya kecelakaan yang memakan nyawa adalah bentuk penjagaan jiwa terhadap sesama manusia. Sangat sederhana, tetapi cukup banyak yang abai untuk menerpkannya. Semoga kita dan keluarga tidak perlu merasakan apa yang pernah dialami oleh pengalaman narapida di atas untuk bisa memahami pentingnya saling menjaga keselamatan jiwa saat berkendara.
Royyan Mahmuda Al’Arisyi Daulay, alumni Mu’allimin dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini menjadi ASN di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada Bapas Kelas II