Saatnya Tinggalkan yang Membuatmu Sedih
Oleh: Alif Sarifudin Ahmad
Di bulan Ramadhan tahun ini jangan sampai kita menjadi orang yang rugi dan bangkrut. Isi segala kegiatan yang menjadikan kita berbahagia. Orang yang berbahagia adalah orang yang bisa membahagiakan orang.Tinggalkan yang membuat kita sedih karena tidak ada kebaikan bahkan yang ada adalah kerugian. Siapakah orang yang rugi apalagi bangkrut di bulan Ramadhan. Jawabannya ada pada buku penulis yang berjudul “Meraih Bahagia Dunia dan Akhirat: Dakwah Materi yang Menyejukkan” halaman 136 s.d 137 cetakan pertama April 2021 yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah. Dalam buku tersebut disebutkan ada empat yang merugi di bulan Ramadhan.
Siapakah orang yang merugi di bulan Ramadan?
- Orang yang berpuasa tetapi tidak meningkat imannya
Ramadan dijalani tanpa kesungguhan sehingga tidak mendapat kebaikan. Ramadan selesai tetapi tidak mengkhatamkan Alquran.
Satu juta duapuluh tujuh huruf dilalui begitu saja padahal huruf-huruf tersebut yang akan meningkatkan keimanan kita dan mendapat pahala yang berlipat. Berpuasa tetapi tidak semangat dalam membaca, bertadarrus, menghapal, dan mengkhatamkan Alquran.
- Ramadan berlalu tetapi tidak mendapat ampunan. Orang-orang yang demikian akan celaka dan merugi. Ampunan Allah akan diberikan kepada orang yang berpuasa dan bersistigfar di waktu sahur. Pesan Ramadan perbanyaklah istigfar dan amal salih.
- Ramadan tahun ini sama dengan Ramadan tahun kemarin. Semangatnya tidak ada perubahan. Apalagi Ramadan tahun ini lebih buruk dari Ramadan yang kemarin.
Teruslah memohon kepada Allah agar dijaga sebelum, pada saat, dan setelah Ramadan.
Menganggap remeh dengan yang sunnah-sunnah di bulan Ramadan. Sangat celaka kalau tidak mendapatkan kemuliaan di bulan Ramadan, di antaranya tidak ada amalan-amalan yang baik yang diraihnya. Perbanyaklah amal sunnah karena akan menyempurnakannya. Ibadah sunnah itu dapat menambah kesempurnaan di bulan Ramadan, seperti salat sunnah Rawatib, salat sunnah Mutlak, dll. Sungguh sangat celaka kalau berpuasa tetapi tidak melakukan yang sunnah.
- Orang yang melakukan perbuatan yang merusak bulan Ramadan.
Ia berpuasa tetapi dusta. Ia berpuasa tetapi bermaksiat. Ia berpuasa tetapi amalan-amalannya tidak mencerminkan orang yang sedang berpuasa. Masih rajin ghibah, mencela, memfitnah, menyakiti sesama, memakan harta yang bukan haknya, dll. Itulah yang dinamakan Al Muflis atau orang yang merugi atau bangkrut.
Orang yang bangkrut menurut Rasulullah dinamakan Al-Muflis. Berikut sabda Rasulullah SAW:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id dan ‘Ali bin Hujr keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Isma’il yaitu Ibnu Ja’far dari Al A’laa dari Bapaknya dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab: ‘Menurut kami, orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.’
Rasulullah SAW bersabda: ‘Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan salat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.’ (HR. Muslim No. 4678)
Masyarakat kita, mayoritas merupakan konsumen tetap dari acara televisi, surat kabar dan media lain. Tayangan yang menjadi favorit masyarakat kita adalah dari mulai berita, reportasi, sport, dll. Jauh sekali tayangan yang mendalami tentang Al-Qur”an yang ada pada televisi yang mengupas tentang kaitannya dengan puasa yang berarti jihad.
Agar kita di bulan Ramadhan tahun ini menjadi orang yang bahagia, saatnya tinggalkan yang membuat sedih yaitu maksiat. Isi hari-hari dengan Al-Qur’an. Bulan Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Bulan yang diturunkan di dalamnya Al-Qur’an. Setiap yang berhubungan dengan Al-Qur’an, kemuliaan dan keistimewaan akan diperoleh pada derajat atau objek tersebut. Malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW, Bulan Ramadhan, Lailatul Qadar menjadi mulia karena Al-Qur’an.
Bulan Ramadhan yang di dalamnya ada kewajiban bagi orang yang beriman untuk menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya identik dengan jihad. Jihad mengendalikan diri, menyucikan diri, dan hijrah untuk mengubah diri dari yang negative ke arah yang positif. Puasa Ramadhan mengajarkan itu semua.
Ulat telah berjihad dengan tidak makan dan tidak minum hingga mampu mengendalikan diri dan berubah menjadi makhluk yang sangat indah dan bisa terbang yaitu kupu-kupu. Ulat termasuk hewan yang rakus, karena hampir sepanjang waktunya dihabiskan untuk makan. Tapi Ketika dia berpuasa yang berkualitas semua berubah menjadi indah. Ulat berpuasa dengan mengasingkan diri atau I’tikaf, menjauhkan dari tempat makanan, membungkus badannya dengan kepompong, sehingga ia benar-benar berpuasa bukan sekadar menahan lapar dan haus tetapi lisan, mata dan anggota tubuh lainnya juga berpuasa dan berusaha menghindari segala bentuk hawa nafsu yang dapat mengganggu puasanya.
Belajar dari ulat maka semestinya kita berpuasa untuk meninggalkan segala bentuk yang merugikan diri. Kita sebagai manusia diajarkan untuk bersikaf arif dalam masalah yang berhubungan dengan perjuangan hidup. Bagi orang yang beriman pengendalian diri, menyucikan diri, hingga mampu mengubah diri prosesnya ada pada puasa baik wajib atau sunnah. Al-Qur’an mengajarkan kepada perjuangan ini dinamakan jihad.
Jihad dalam Al-Qur’an bermakna luas. Jihad dapat dimaknai sebagai “qital” atau “perang”, jihad juga dapat dimaknai untuk seluruh perbuatan yang memperjuangkan kebaikan. Jihad dilakukan sesuai dengan keadaannya. Jika keadaannya menuntut seorang muslim berperang karena kaum muslim mendapat serangan musuh, maka jhad seperti itu wajib. Namun jika dalam keadaan damai, maka medan jihad sangat luas, yaitu pada semua usaha untuk mewujudkan kebaikan seperti dakwah, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain.
Sangat tidak tepat, selalu memaknai jihad dengan “qital” atau “perang”, apalagi menggelorakan jihad dalam makna ini dalam keadaan damai. Jihad merupakan kata serapan dari bahasa Arab, memiliki arti “mengerahkan segenap potensi diri untuk melakukan sesuatu”. Kata ini dengan berbagai derivasinya, disebut sebanyak 41 kali dalam Al Quran yang semuanya berkonotasi peperangan. Tidak hanya mengenai “peperangan”, istilah jihad juga diperkenalkan Rasulullah SAW sebagai sebuah upaya pengendalian diri dari hawa nafsu. Al Quran dan hadits lebih sering menyebut peperangan dengan Al-Qitaal, al Harb, al Ma’rakah, dan al-Sariyah.
Kata Jihad berasal dari kata Al Jahd (الجَهْد) dengan difathahkan huruf jim-nya yang bermakna kelelahan dan kesusahan atau dari Al Juhd (الجُهْد) dengan didhommahkan huruf jim-nya yang bermakna kemampuan. Kalimat (بَلَغَ جُهْدَهُ) bermakna mengeluarkan kemampuannya. Sehingga orang yang berjihad dijalan Allah adalah orang yang mencapai kelelahan untuk zat Allah dan meninggikan kalimatNya yang menjadikannya sebagai cara dan jalan menuju surga. Dibalik jihad memerangi jiwa dan jihad dengan pedang, ada jihad hati yaitu jihad melawan setan dan mencegah jiwa dari hawa nafsu dan syahwat yang diharamkan. Juga ada jihad dengan tangan dan lisan berupa amar ma’ruf nahi mungkar.
Sedangkan Ibnu Rusyd (wafat tahun 595 H) menyatakan: Jihad dengan pedang adalah memerangi kaum musyrikin atas agama, sehingga semua orang yang menyusahkan dirinya untuk zat Allah maka ia telah berjihad dijalan Allah, namun kata jihad fi sabilillah bila disebut begitu saja maka tidak terfahami kecuali untuk makna memerangi orang kafir dengan pedang sampai masuk islam atau memberikan upeti dalam keadaan rendah dan hina.
Ibnu Taimiyah (wafat tahun 728H) mendefinisikan jihad dengan pernyataan: Jihad artinya mengerahkan seluruh kemampuan yaitu kemampuan mendapatkan yang dicintai Allah dan menolak yang dibenci Allah. Dan beliau juga menyatakan: Jihad hakikatnya adalah bersungguh-sungguh mencapai sesuatu yang Allah cintai berupa iman dan amal sholeh dan menolak sesuatu yang dibenci Allah berupa kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
Tiga pendapat di atas sepakat dalam mendefinisikan jihad menurut syariat islam, hanya saja penggunaan lafadz jihad fi sabilillah dalam pernyataan para ulama biasanya digunakan untuk makna memerangi orang kafir. Oleh karena itu Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al ‘Abaad menyatakan bahwa definisi terbaik dari jihad adalah definisi Ibnu Taimiyah diatas dan beliau menyatakan: “Dipahami dari pernyataan Ibnu Taimiyah di atas bahwa jihad dalam pengertian syar’i adalah nama yang meliputi penggunaan semua sebab dan cara untuk mewujudkan perbuatan, perkataan dan keyakinan (i’tiqad) yang Allah cintai dan ridhai dan menolak perbuatan, perkataan dan keyakinan yang Allah benci dan murkai”
Dalam Al-Quran dan Hadits banyak terdapat keterangan tentang keutamaan berjihad, etika berjihad, tujuan dan strategi berjihad. Ayat-ayat tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
- Ayat-ayat yang mengandung perintah hanya memerangi pihak yang menyerang umat Islam saja. Misalnya QS Al Baqarah ayat 190, 191, dan 194, juga QS An Nahl ayat 126.
- Ayat-ayat yang mengandung perintah memerangi mereka yang tidak beriman ketika mereka ingkar janji ataupun zhalim. Misalnya QS At Taubah ayat 12, 14, 29, dan 73, QS Annisaa ayat 75, 76, dan 84, QS Al Anfaal ayat 39, dan Al Maaidah ayat 54.
- Ayat-ayat yang mengandung perintah untuk memerangi semua kaum musyrikin yang memusuhi Rasulullah. Misalnya QS At Taubah ayat 5 dan 36.
Kebahagian seorang muslim apabila di dunia ini diisi edengan jihad dan qiyamul lail. Dalam Al quran Surat 25 ayat 64, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَٱلَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًۭا وَقِيَـٰمًۭا [٢٥:٦٤]
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
Ayat yang menjelaskan tentang jihad, di antarany a surat 29 ayat 69,
وَٱلَّذِينَ جَـٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ [٢٩:٦٩]
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Ibnul Qayyim berkata, dalam ayat ini Allah mengaitkan tentang hidayah dan jihad. Jihad yang paling wajib adalah adalah jihad terhadap diri sendiri. Jihad hakikatnya ada 4.
- Jihad melawan hawa nafsu
- Jihad melawan Setan
- Jihad melawan kezaliman
- Jihad melawan kekafiran
Jihad yang paling utama adalah jihad melawan diri, dan jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan. Jihad melawan setan ada dua macam dan tingkatan : 1. Jihad melawan setan dalam menepis syahwat-syahwat yang ditawarkan setan pada kita dengan penuh kesabaran. 2. Jihad melawan setan dalam menepis syubhat-syubhat kita terima dengan keyakinan penuh pada Allah Manusia yang ingin selamat, ia harus berjihad melawan setan dengan bersenjatakan ilmu dan mentazkiyah jiwanya.
Ilmu nafi’ akan menghasilkan keyakinan, yang akan menolak syubhat. Sedangkan tazkiyatun nafs, akan melahirkan ketakwaan dan kesabaran, yang akan mengendalikan syahwat. Menurut Imam Ibnul Qayyim, jihad melawan setan, ada dua tingkatan. Pertama, menolak syubhat dan keraguan yang dilemparkan setan kepada hamba. Kedua, menolak syahwat dan kehendak-kehendak rusak yang dilemparkan setan kepada hamba. Jihad yang pertama akan diakhiri dengan keyakinan, sedangkan jihad yang kedua akan diakhiri dengan kesabaran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami“.[As Sajdah : 24].
Allah memberitakan, bahwa kepemimpinan agama hanyalah diraih dengan kesabaran (dan keyakinaan). Yakni kesabaran menolak syahwat dan kehendak-kehendak yang rusak, dan keyakinan menolak keraguan dan syubhat. (Zadul Ma’ad). Oleh karena itu, senjata untuk melawan senjata setan ialah ilmu dan kesabaran. Ilmu yang bersumber dari kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Kemudian mengamalkan ilmu tersebut, sehingga jiwa menjadi bersih dan suci, dan menumbuhkan kesabaran. Adapun menghadapi setan, secara rinci, di antaranya dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Beriman Dan Bertauhid Kepada Allah Dengan Sebenar-benarnya. Sesungguhnya seluruh kekuatan, kekuasaan, kesempurnaan hanyalah milik Allah Pencipta alam. Oleh karena itu, seorang hamba yang ditolong dan dilindungi Allah, maka tidak ada seorangpun yang mampu mencelakakannya. Sehingga senjata pertama dan terutama bagi seorang mukmin untuk menghadapi setan, ialah dengan beriman secara benar kepada Allah, beribadah dengan ikhlas kepadaNya, bertawakkal hanya kepadaNya, dan beramal shalih menurut aturanNya, lewat Sunnah RasulNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan, setan tidak memiliki kekuasaan terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan mentauhidkanNya.
Allah berfirman :
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah“.[An Nahl : 99, 100].
Ibnul Qayyim menjelaskan, ketika Iblis mengetahui bahwa dia tidak memiliki jalan (untuk menguasai) orang-orang yang ikhlas, maka dia mengecualikan mereka dari sumpahnya yang bersyarat untuk menyesatkan dan membinasakan (manusia). Disebutkan dalam Al Qur`an, Iblis mengatakan.
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
“Demi kekuasaanMu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlas di antara mereka“. [Shad : 82, 83]
Jihad melawan hawa nafsu dan melawan setan itu jihad fardu ain, sedangkan jihad melawan kezaliman dan kekafiran adalah fardu kifayah. Nafsu ada yang dinamakan hawa, ghodob, dan syahwat. Jihad sebagai satu amalan besar dan penting dalam islam dengan keutamaannya yang sangat banyak sekali tentunya menjadi harapan dan cita-cita seorang muslim. Oleh karena itu, sangat penting sekali setiap muslim mengetahui pengertian, ketentuan dan hukum-hukum serta syarat-syarat jihad yang telah dijelaskan dalam Al Qur’an, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar para salaf umat ini. Hal–hal ini menjadi penentu kesempurnaan jihad fi sabilillah dan diterimanya amalan tersebut, sehingga kita terhindari dari celaan Allah dalam firmanNya,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً * الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً
“Katakanlah, apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Demikian tulisan yang dapat penulis persembahkan pada kesempatan Ramadhan tahun ini. Tulisan ini diharapkan dapat melengkapi indahnya beribadah di bulan Ramadhan tahun ini. Jadikan Ramadhan tahun ini sebagai tahun A-Qur’an. Jangan sampai kita merugi Ketika Allah SWT memberi kesempatan kita untuk beribadah di bulan Ramadhan. Semoga A-Quran dapat mencerahkan dan memberi keberkahan di sisa-sisa perjuangan kita dalam menapaki hidup dan kehidupan. Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarib Wa Bashshiril Mu’minin.
Alif Sarifudin Ahmad, Ketua PDM Kota Tegal