Jangan Berhenti Tangan Berkayuh
Oleh: Dr Masud HMN
Jangan berhenti tangan berkayuh dimaksud judul tulisan ini adalah menghubungkan musibah dan ikhtiar menghadapi pandemi covid 19. Di hadapan mata musibah telah terjadi, lantas yang diperlukan bagaimana mengatasinya. Harapannya yaitu kita berhasil dengan selamat mengatasinya.
Memang telah terjadi peningkatan Pandemi di Indonesia dari 2,5 juta orang empat hari lalu kini telah mencapai 3, 2 juta orang (5/7/21). Lonjakan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, Rumah sakit penuh tenaga medis tidak cukup. Kini meningkat terus.
Tidak berhenti sampai di situ, persoalan melahirkan masalah ekonomi, dan ekonomi membuat merebaknya pandemi. Ibarat sebuah lingkaran. Masalah ekonomi menjadi Covid atau covid jadi masalalah ekonomi. Mana yang diselesaikan duluan. Covid atau ekonomi?
Pemerintah kini nampaknya melakukan ikhtiar menyessaikan Covid lebih dahulu. Yaitu dengan Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masysarakat (PKPM). Untuk wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. Mulai 1 sampai 20 Juli 2021. Kemudian dilanjutkan dengan pemulihan ekonomi. Kita beri penghargaan tinggi.
Kita menyadari sekarang cobaan, musibah, berakibat ganda. Kesulitan menerpa silih berganti menjadi ujian yang tak bisa kita tolak. Namun mutlak ada ikhtiar kerja sungguh-sungguh. Hasilnya kita kembalikan kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Apapun ikhtiar harus kita lakukan, yaitu satu tekad jangan berhenti tangan berkayuh. Ibarat di tengah arus dan gelombang.
Dengan meminjam istilah Mohammmad Natsir dalam hal kapal di tengah arus hempasan gelombang menorehkan sebuah artikel. Tokoh yang menjadi Perdana Menteri pertama Republik Indonesia itu bicara tentang musibah. Hal itu ditulis dalam peringatan 6 tahun kemerdekaaan Republik Indonesia 17 Agustus 1960 tentang tangan berkayuh menghadapi gelombang.
Masyarakat menghadapi tantangan segala bidang. Dahulu kita sama ikhlas berkorban, tapi sekarang keihlasan kita berkurang. Sementara Negara masih memerlukan pengorbanan perjuangan rakyat, demikian tulisnya terbitan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 16 Agustus 2020.
Pesan Natsir tentang ikhtiar dan kerja berkesungguhan dengan frasa jangan berhenti tangan berkayuh, dalam mengahadapi keadaan musibah amat jelas. Pesan itu esensi berkesesuaian dengan kondisi khusus melawan musibah covid 19 kini. Umat harus berikitiar.
Dalam hal ini pesan Natsir amat sejalan dengan Muhamad Mutawaly asy Syah’rawi. Seperti terdapat dalam ungkapan pada kitabnya Akhbarul Yaum 1991, jilid 3 hal 1752 menjelaskan ikhtiar.
Esensi pikiran Muhammad Murtawally as Syahrawi itu tidak semata hasil hari ini namun juga hari esok Dia mengutip hadist yang penggalan kata bekerjalah untuk duniamu seakan akan engkau akan hidup selamanya. Yaitu memenuhi keperluan untuk hidup.
Rasulullah Muhamad SAW dalam sebuah Hadis yang diriwiyatkan Ibnu Umar Radiallahu anhu, mengatakan
Bekerjalah kamu untuk duniamu seolaholah akan hidup selamanya dan beramalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok pagi.
Dua penggal hadits ini adalah bekerja untuk dunia dan akhirat. Pesannya sebagai ikhtiar bekerja sunguh-sungguh untuk meraih dunia dan akhirat. Persoalan urusan musibah dan persfektif ikhtiar ini mungkin di sampaikan seperti berikut,
Pertama, takrif musibah adalah ujian bagi kita sebagai muslim. Kita tak mungkin melarikan diri dari kondisi ini.
Kedua musibah harus dihadapi dengan ikhtiar harus diberlangsungkan dalam dalam usaha dan doa harus diwujudkan dengan menyampaikan permohonan. Sekali lagi, musibah mesti dihadapi dengan dua cara yaitu ikhtiar dan doa. Tiada musibah dapat diatasi dengan berdiam diri. Musibah hanya dapat diatasi dengan ikhtiar (berusaha) dan melakukan doa atau permohonan kepa Allah Subhanahu wa taala.
Kekuatan doa adalah kekuatan khusus orang yang beriman. Allah akan mengabulkan doa hamba yang dilakukan dengan memohon kepadanya seperti firmanNya dalam Al-Quran,
Apa bila ada hambaku bertanya tentang Aku katakanlah bahwa Aku dekat. Aku akan mengabulkan doa hamba yang memohon kepada Kami. (QS. Al-Baqarah : 186)
Sebagai penutup kita ambil faham bahwa musibah dalam persfektif keberadaan kita sebagai umat Islam yang beriman adalah ujian. Musibah kita dihadapi dengan ihktiar dan doa.
Dr Masud HMN, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammmadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta