Perubahan Iklim Sudah Mengkhawatirkan, Peran Mubalighah Lingkungan Semakin Penting

Perubahan Iklim Sudah Mengkhawatirkan, Peran Mubalighah Lingkungan Semakin Penting

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Menjadi nara sumber pada pelatihan mubalighah lingkungan yang diselenggarakan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah. Jum’at (24/12/2021), Ketua Majelis Tabligh PP ‘Aisyiyah Cholifah Syukri menjelaskan, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk paling sempurna sebagaiamana yang terteran dalam suatat At-Tin ayat 4.

Kesempurnaan ciptaan manusia menurut dia karena Allah membekali manusia selain fisik yang utuh, juga akal, hati nurani dan nafsu serta agama. “Dari kesempurnaan ciptaan manusia itu, Allah memberikan peran vital selaku wakil Allah SWT untuk mengelola dan memakmurkan bumi yang pada saatnya akan dimintai pertanggungjawaban,” kata dia.

Dengan kemampuan menguasai ilmu dalam bidang tertentu, manusia akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai khalifah fil ardh yang bertugas mengatur, menata dan melestarikan bumi seisinya dengan aturan Allah melalui syariat agama Islam sebagaimana tergambar dalam surat Al-Baqarah ayat 30.

Lanjutnya, manusia memiliki kewenangan sebagai khalifatullah dalam menanggung tugas-tugas kekhalifahan yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan kehendak, aturan dan ketetapan-Nya. Kata dia, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang beriman saling menjadi penolong dalam menegakan kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagaimana tertera dalam Surat At-Taubah ayat 71.

Terkait kesempurnaan ciptaan manusia adalah sebaik-baik ciptaan maka dalam surat Ali Imran ayat 110 posisinya juga sebagai sebaik-baik umat. Dari posisi ini, menurut ketua Majelis Tabligh PP ‘Aisyiyah, manusia selain sebagai Khalifah fil ardh juga sebagai penerus kerisalahan Rasulullah yang bertugas mencerahkan dan menerangi kehidupan umat manusia seperti yang tertera dalam surat Al-Ahzab ayat 46.

Oleh karena itu, alam semesta seisinya di percayakan dan diperuntukkan manusia untuk mengelola dan melestarikannya. Bukan justru sebaliknya, mengeksploitasi alam misalnya hutan di tebang tanpa terukur, air disedot tanpa pemanfaatan yang terencana, pembuangan sampah dimana-mana dan seterusnya. “Allah telah mengingatkan dalam surat Ar-Rum ayat 41 bahwa kerusakan alam terjadi karena tangan-tangan manusia,” imbuhnya.

Terkait siapa yang menjadi mubalighah lingkungan, menurut dia adalah anggota ‘Aisyiyah yang memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap permasalahan lingkungan, serta keterpanggilan untuk menyampaikan amar makruf nahi mungkar dengan menyampaikan ayat-ayat lingkungan baik secara individu maupun bersama-sama, disampaikan dengan cara lisan, tertulis, atau bil hal (amalan).

Menghadapi permasalahan lingkungan di masyarakat yang demikian komplek, mubalighah lingkungan ‘Aisyiyah harus berkarakter. Ia memiliki ghirah atau kemauan yang kuat untuk mengatasinya agar kebersihan, ketertiban, kedisiplinan dan keindahan mewarnai serta menjadi kenyataan pada lingkungan di sekitarnya.

“Dimulai dari lingkungan rumah, kampung, tempat kerja hingga masyarakat serta tanah air kita Indonesia tercinta,” katanya. Lanjuta dia, mubalighah lingkungan ‘Aisyiyah sebagai kader persyarikatan juga berfungsi sebagai anak panah untuk menyampaikan visi dan misi persyarikatan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.

Cholifah lalu mengutip pernyataan ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahwa mubaligh atau mubalighah memiliki ciri sebagai berikut: Berfaham Islam yang berkemajuan, Ikhlas, jujur, dan amanah Cerdas dan berilmu, berjiwa Al Ma’un, gemar beramal dan berusaha, serta berorganisasi dan bekerjasama.

Bagi seorang mubalighah lingkungan ‘Aisyiyah tugas untuk berkiprah di masyarakat khususnya pada masalah lingkungan adalah praktik pengamalan ilmu, senantiasa berusaha memberi setelah menerima dan mengamalkan kepada orang lain dengan cara-cara yang bijak, memahami local wisdom, dan bermental kuat. “Yaitu diantaranya, istiqomah, teguh pendirian, gigih, sabar, syukur dan mampu memberikan contoh tauladan yang baik,” tutupnya.

Apresiasi Mubalighah Lingkungan

Sementara itu Hidayat Tri Sutardjo, anggota Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengungkapkan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim dewasa ini telah mencapai taraf yang memprihatinkan dan berakibat kepada seluruh sektor kehidupan manusia. Berbagai kerusakan itu tidak hanya berdampak terhadap siklus perubahan alam, tetapi juga akibat perbuatan dan rekayasa tangan manusia.

“Ironisnya, berbagai kerusakan alam dan dampak yang ditimbulkannya, belum mendorong lahirnya kesadaran dan pemahaman masyarakat secara bersama dalam upaya perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang beretika,”ucapnya.

Menurut Hidayat, Islam mempunyai pandangan dan konsep yang sangat jelas terhadap perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam, karena manusia sebagai khalifah Allah di bumi sebagaimana yang tertara dalam suarat Al-Baqarah ayat 30. Manusia diperintahkan tidak hanya mencegah perilaku menyimpang (nahi munkar), tetapi juga untuk melakukan perilaku yang baik (amr ma’ruf).

“Manusia merupakan bagian dari alam, manusia mempunyai peran atau tugas khusus yakni sebagai pemegang amanah risalah dan amanah khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Memelihara lingkungan sama wajibnya dengan memelihara kehidupan dan sebaliknya,”kata dia.

Dia menjelaskan tugas utama manusia sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi, meliputi, Al-Intifa’ (mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya). Al-I’tibar (mengambil pelajaran, memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia di balik alam ciptaan Allah) dan Al-Islah (memelihara dan menjaga kelestarian alam).

“Sesuai dengan maksud sang pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap terjaganya harmoni kehidupan alam ciptaan Allah,” jelasnya.

Menurut dia, kerusakan lingkungan disebabkan oleh faktor struktural dan faktor kultural. “Faktor struktural seperti kebijakan yang tumpang tindih, sedangkan kultural terkait dengan budaya masyarakat yang tidak disiplin dan minim pemahaman agama,” tuturnya.

Oleh karena itu menurut dia, yang perlu dilakukan oleh mubalighah lingkungan adalah dakwah baik secara ucapan (bil lisan) ataupuan perbuatan (bil hal) sebagai gerakan perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam.

Hidayat menjelaskan dua hal terkait hal itu. Pertama konseptual, meliputi pengkajian, penelitian, pendidikan, pelatihan.dan dahwah. Yang kedua paraksis, meliputi gerakan peduli, perlindungan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam.

“Dari itulah akan terwujud eco friendly yang meliputi eco life, eco masjid, eco pesantren, eco school atau campus, eco building, eco wisata ramah muslim, dan eco farming,”jelasnya.

Melihat antusias peserta dalam pelatihan tersebut, Hidayat mengapresiasi pelatihan mubalighah lingkungan yang diselenggarakan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah bekerja sama dengan Lazismu PP Muhammadiyah. Menurut dia, jumlah peserta yang mencapai 150 orang merupakan asset bagi Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah.

“Saya empat kali melakukan pelatihan da’i peduli gambut dan mangrove di empat propinsi. Pesertanya mayoritas lelaki, dari seratus peserta perempuannya hanya lima. Kali ini luar biasa, ‘Aisyiyah bisa sampai seratus lebih,” ungkap Hidayat.

“Ini asset yang luar biasa, tidak hanya Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah tetapi juga Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” imbuhnya.

Dia berharap pelatihan ini kedepannya terus dilakukan oleh LLHPB PP ‘Aisyiyah, karena mubalighah lingkungan diharapkan menjadi garda terdepan dalam mengampanyekan isu-isu lingkungan. (Iwan Abdul Gani)

Exit mobile version