Kisah Haru Imam Syafii saat Menshalati Jenazah Abu Nawas 

Kewajiban Terhadap Jenazah Shalat Jenazah

Foto Dok Ilustrasi

Imam Syafii RA dan Jamaah yang Akan Menshalati Jenazah Abu Nawas Al Hasan Bin Hani Menangis Tersedu-Sedu

Oleh: M Sun’an Miskan

Abu Nawas Al Hasan Bin Hani penyair legendaris Al Abbasiyah (145 H – 199 H) adalah sezaman dengan Imam Syafei RA ( 150 H – 204 H ). Raja Abbasiyah yang berkuasa saat itu ialah Harun Ar Rasyid dan permaisurinya Zubaidah.

Abu Nawas dikenal penyair pemuja minuman keras, mulhid tak bertuhan, penggemar musik lagu seronok. Ia penggoda wanita terutama si Jinan budak yang sangat cantik milik tuan Abdul Wahhab. Dikejar kejarnya si Jinan ini ke Makkah saat berhaji dan ia Abu Nawas tidak berniat haji, tapi disana ia tak bisa berjumpa dengannya, karena Jinan sangat tekun menjalani manasik hajinya. Diperjalanan pulang dari Mekkah bersama rombongan Jinan ke Baghdad, digubahlah beratus syair memuja Jinan sampai mengubah gaya bahasa syair Arab, menjadi lebih bebas, menjadi rujukan gaya sastra, terutama syair Arab pada zamannya.

Tetapi berkat hidayah-Nya pada akhir hayatnya menjadi orang yang bertaubat.

Namun Imam Syafii RA dan jamaahnya semula enggan untuk mensholati jenazah mengingat kehidupan yang telah dilaluinya.

Tetapi begitu Imam Syafii RA dan rombongannya, membaca syair yang ditulis Abu Nawas di pakaiannya mereka pada menangis tersedu-sedu dan rela menshalati jenazahnya.

Bunyi syair itu demikian :

يا رب ان عظمت ذنوبى كثرة # فلقد علمت فان عفوك اعظم
YA RABBI IN ‘ADZUMAT DZUNUUBIY KASTRATAN # FALAQOD ‘ALIMTU FA INNA ‘AFWAKA A’DHAMU

Ya Rabbi dosa-dosa ku sudah sangat besar dan banyak sekali # Sementara hamba juga tahu bahwa ampunan-Mu jauh lebih besar.

ان كان لا يرجوك الا محسن # فبمن يلوذ ، ويستجير المجرم
IN KAANA LAA YARJUUKA ILLAA MUHSINUN # FA BI MAN YALUUDZU , WA YASTAJIIRUL MUJRIMU

Jika hanya orang yang berbuat baik saja yang Engkau terima # Lalu kepada siapa para pelanggar dosa berserah diri dan mohon pertolongan.

ادعوك رب كما امرت تضرعا # ،فاذا رددت يدى فمن ذا يرحم
AD’UUKA RABBI KAMAA UMIRTA TADLORRU’AN # FA IDZA RADADTA YADIY FA MAN DZA YARHAMU

Hamba memohon kepada-Mu Ya Rab sebagaimana yang Engkau perintahkan yaitu dengan merendahkan diri # Kemudian kalau Engkau menolak tangan hamba, lalu siapa lagi yang mengkasih sayangi hamba.

ما لى اليك و سيلة الا الرجا # و جميل عفوك ثم انى مسلم
MAA LIY ILAIKA WASIILATUN ILLA AR RAJA # WA JAMIILU ‘AFWIKA TSUMMA ANNIY MUSLIMUN.

Tiada ada tujuan lain lagi bagi hamba ini pada-Mu kecuali pengharapan # dan ampunan-Mu yang indah itu, kemudian hamba ini datang pada-Mu sebagai seorang yang betul – betul muslim.

Penulis sdr Dawud As Salman menilai bahwa Abu Nawas akhir hayatnya adalah seorang sufi.

Kalau tasawwuf itu (Tasawwuf Modern – istlah Buya Hamka) yaitu zuhud, qona’ah, ridha, jujur , menunaikan janji, tekun bekerja, minta diawasi Allah, mencintai manusia sesama hamba yang hanya dapat pahala kalau taat, cinta ilmu tak rakus dunia dan amar makruf Nahi Mungkar dan bertaubat.
Menurut Al Faraby orang seperti Abu Nawas itu bukan orang Jahil dan lengah.

Ia menyadari bahwa Allah itu adalah Dzat yang Wajibul Wujuud. Allah mencipta makhluk-Nya bukan untuk disiksa dan dimasukkan neraka. Ia menghendaki agar makhluknya mendapatkan kebaikan dan barokah. Itulah sebabnya kasih sayang-Nya mengalahkan marah-Nya.

M Sun’an Miskan, Ketua PWM DKI Jakarta

Exit mobile version