Mengenang KH Dahlan Yusuf, Masuk Penjara Karena Perjudian Merajalela
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Medio tahun 1990-an, terdapat seorang bupati di Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup getol memberantas perjudian. Namanya Kolonel Drs. Tarsis Kodrat, menjabat sebagai Bupati Tana Toraja tahun 1995-2000. Saya pernah satu kali bertemu dengan beliau sebagai Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Koordinator Komisariat Universitas Hasanuddin dalam rangka acara bakti sosial sekitar tahun 1997/1998 di Makale. Saat itu, beliau hadir memberikan sambutan dalam acara pembukaan yang dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Selama menjadi bupati, beliau dikenal sangat anti terhadap kegiatan perjudian.
Judi atau biasa juga disebut sebagai toto, merupakan permainan yang sesungguhnya sia-sia dan merugikan tetapi dianggap menyenangkan bagi pelakunya. Ini sejenis permainan di mana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan dari beberapa pilihan, yang mana hanya satu pemenangnya. Penjudi yang kalah dalam taruhan, harus memberikan taruhannya kepada si pemenang. Taruhan itu bisa berbentuk uang, barang, benda hidup seperti hewan ternak, atau benda mati seperti sawah, kebun atau kunci mobil. Bahkan dalam beberapa kasus, media massa pernah memberitakan seorang lelaki penjudi menjadikan istrinya sebagai taruhan.
Kembali kepada Bupati Tarsis Kodrat, dalam berbagai kesempatan saat memberikan sambutan atau tatap muka dengan warganya, beliau senantiasa menekankan agar meninggalkan kegiatan berjudi. Termasuk judi sabung ayam. Tidak hanya itu pada masa kepemimpinannya, di beberapa tempat di wilayah Kabutan Tana Toraja, dipasang semacam papan reklame atau baliho berisi peringatan tetang bahaya judi. Misalnya judi membawa kesengsaraan, dan lain-lain. Kampanye anti judi saat itu mendapat sambutan dari tokoh masyarakat setempat juga pimpinan ormas Islam termasuk Muhammadiyah.
Tentang judi ini, penulis ingat perbincangan dengan seorang keluarga di Singapura beberapa tahun lalu. Bahwa di sana cukup banyak lokasi perjudian. Negara menyediakan fasilitas perjudian. Orang datang ke sana untuk berwisata sekaligus berjudi. Negara mendapatkan pajak dari lokasi perjudian dan devisa dari pariwisata tersebut. Tetapi itu semua diperuntukkan untuk orang luar Singapura. Sedangkan warga negara Singapura sendiri, dilarang berjudi.
Dikatakan bahwa mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, pernah mengatakan bahwa: “silahkan orang luar berjudi di sini, tetapi warga negara Singapura tidak boleh berjudi”. Warga negara singapura yang berjudi adalah tindakan yang dapat dipidana. Dalam pandangan Lee Kuan Yew, tidak ada orang yang sejahtera dari hasil berjudi. Tidak ada yang menjadi kaya raya karena berjudi. Yang kaya adalah bandarnya, bukan penjudinya. Justru penjudi akan sengsara, meskipun sempat menang, tapi ketagihan akan terus menerus berjudi hingga kehabisan hartanya.
Sedangkan di Malaysia, berjudi dibolehkan di tempat-tempat yang ditentukan. Meskipun demikian yang dibenarkan berjudi adalah orang selain bangsa Melayu atau yang beragama Islam. Berjudi di sembarang tempat dan bagi orang Melayu, adalah tindakan pidana. Genting Highland adalah lokasi perjudian di atas pegunungan sekitar tiga jam perjalanan naik bus dari Kuala Lumpur. Saya pernah sekali ke sana sekitar tahun 2011. Terdapat papan reklame, yang berisi bahwa orang Islam dilarang berjudi. Saat masuk ke lokasi, seorang petugas polisi memeriksa kartu identitas saya. Dia bilang, meskipun saya orang Indonesia, tidak boleh masuk ke arena perjudian karena beragama Islam.
Di Australia tidak apa-apa berjudi. Baik warga negara maupun pendatang, diperbolehkan berjudi. Siapa saja boleh membangun lokasi perjudian. Satu saja catatannya, setiap yang berjudi demikian pula bandar atau pengelolanya, harus membayar pajak. Apabila ada lokasi perjudian dan orang yang datang berjudi ke situ, harus membayar pajak. Jika tidak membayar pajak, maka tindakan tersebut dapat dikenai denda atau pidana. Jadi negara mendapatkan devisa dari kegiatan perjudian.
Di Kota Makassar pada akhir tahun 1960-an, sempat dilegalkan perjudian. Pemerintah kota saat itu mendapatkan pemasukan dari kegiatan perjudian. Sebagaimana dikemukakan oleh Syandri dalam tesisnya dalam bidang Pemikiran Islam pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar (2017), bahwa atas banyaknya perjudian di Makassar membuat tokoh agama menjadi resah. Seorang ulama yang terkenal dan keras pada saat itu bernama KH Fathul Muin Dg. Maggading menentang kegiatan perjudian yang sudah dibarengi dengan perbuatan syirik.
Di berbagai sudut kota, banyak ditemukan masyarakat yang sedang berjudi. Dalam kesempatan yang hampir bersamaan, terdapat pula orang yang tiba-tiba berubah profesi menjadi dukun atau ahli nujum. Profesi ini dilakukan untuk mendapatkan wangsit atau pesan gaib dari jin dipercayai sebagai nomor yang dapat memenangkan perjudian. Tentunya kedua jenis kegiatan ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Itulah sebabnya para tokoh agama, pemuka masyarakat dan aktivis organisasi keagamaan termasuk Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Selatan melakukan penggayangan atau perusakan terhadap tempat-tempat perjudian. Tentu perbuatan penggayangan terhadap lokasi tersebut tidak dapat diterima oleh pemerintah. Sebab aktivitas perjudian saat itu adalah legal, sudah merupakan kebijakan penguasa yang sah dan mendapat dukungan dari anggota DPRD. Karena tindangan penggayangan tersebut, beberapa ulama dan tokoh pemuda ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Termasuk KH. Fathul Muin Dg. Maggading, yang saat ini menjawab sebagai Ketua Muhammadiyah Kota Makassar, bersama dengan Sekretarisnya yang bernama Dahlan Yusuf.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Kemarin (Kamis, 13 Januri 2022) Kiai Dahlan Yusuf telah berpulang ke rahmatullah. Sebagai orang yang pernah bersama beliau selama hampir lima belas tahun di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, saya tidak tahu bahwa beliau pernah dipenjara gegara ikut menggayang perjudian. Yang saya tahu memang pernah ada peristiwa itu yang mengibatkan beberapa tokoh Pemuda Muhammadiyah masuk penjara. Kisah ini diceritakan kembali oleh Syandri Syaban (dosen Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa ArabMakassar) dalam artikelnya berjudul “In Memoriam KH Dahlan Yusuf: Sang Da’i Teduh Penuh Dedikasi Itu Telah Pergi” (http://www.pedomankarya.co.id, 14 Januari 2022).
Kiai Dahlan Yusuf lahir di Sidrap, 20 April 1942. Meninggal dalam usia delapan puluh tahun dengan jabatan terakhir sebagai penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan periode 2015 hingga akhir hayatnya. Semoga perjuangan hidupnya dalam memperjuangkan nilai-nilai agama Islam menjadi pelajaran penting bagi kita. Insya Allah amal ibadahnya mengantarkannya mendapat tempat yang paling mulia di sisi-Nya.
Wollongong, 16 Januari 2022
Haidir Fitra Siagian, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar / Ketua PRIM NSW Australia