Perdamaian Palestina dan Normalisasi Hubungan UAE-Bahrain-Israel
Uni Emirat Arab, Bahrain dan Israel telah menandatangani perjanjian ‘yang secara formal akan menormalisasi hubungan antar ketiga Negara tersebut. Momentum ini dipandang sebagai pergeseran arah kekuasaan dan prioritas yang di wilayah Timur Tengah. Ketegangan yang menyelimuti hubungan diplomasi Negara-negara Arab dengan Israel karena pelanggaran HAM Israel juga berbagai problem perdamaian antara Israel dan Palestina kini mulai melebur. UAE dan Bahrain menjadi Negara kedua ketiga dan keempat yang melakukan normalisasi hubungan setelah sebelumnya telah didahului oleh Mesir dan Yordania. Menurut Presiden AS Donald Trump, terdapat sejumlah Negara Arab lainnya yang akan mengambil langkah serupa, meskipun tak menyebutkan Negara mana saja.
Perjanjian ‘Abraham’ yang ditandatangani pada 15 September di Gedung Putih, Washington tersebut akan membuka peluang kerjasama ekonomi dan perdagangan yang lebih luas juga relasi diplomatik secara langsung antar Negara Arab tersebut. Sekaligus menandai pecahnya kesepakatan di antara Negara Arab untuk tidak akan menjalin kerjasama dengan Israel sebelum tercapainya perdamaian di Palestina.
Raja Bahrain Hamad bin Isa Al-Khalifa mengatakan bahwa baginya menormalisasi hubungan Bahrain dengan Israel merupakan permulaan dari era baru kerjasama dengan Israel. Sedangkan Marc Schneier, penasehat Raja Bahrain menekankan bahwa momentum tersebut merupakan salah satu cara untuk mendorong solusi dua Negara dalam perdamaian di palestina.
Menteri Luar Negeri UAE Abdullah Bin Zayed Al Nahyan menegaskan bahwa dorongan untuk mewujudkan solusi dua Negara untuk perdamaian di Palestina tetap menjadi tuntutan utama. UAE sebut Al Nahyan telah menunjukkan upaya yang kuat dalam menggunakan seluruh medium diplomasiuntuk menegaskan penolakan UAE terhadap pendudukan Israel di Palestina. UAE juga telah mengingatkan bagaimana dampak hal tersebut tethadap stabilitas keamanan di wilayah Timur Tengah. Baginya, momentum yang disebutnya sebagai perjanjian yang bersejarah dengan Israel tersebut mampu membuka prospek perdamaian di wilayah dengan kembalinya Israel dan Palestina ke meja perundingan. Dirinya sama sekali tidak menyoroti pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel, pendudukan manapun yang dilakukan oleh Israel, ataupun mengecam ekspansi pendudukan Israel.
Meskipun demikian, perjanjian tersebut tidak mencantumkan secara spesifik langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan terkait konflik yang terjadi antara Israel Palestina, yang sebelumnya menjadi fokus utama dalam mewujudkan stabilitas di Timur Tengah. Pihak-pihak yang menandatangani perjanjian hanya menggarisbawahi keberlanjutan akan upaya meraih resolusi yang adil, komprehensif dan dalam jangka panjang. Dalam perjanjian tersebut sama sekali tidak menyebutkan perkara pendudukan wilayah West Bank.
Ammar Hijazi asisten Kementerian Multilateral Palestina menilai penandatanganan tersebut bukanlah jawaban bagi konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel. Baginya, Satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian di Palestina adalah dengan menghentikan pendudukan Israel yang semakin brutal, juga memberikan hak kepada Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri. Sejumlah petinggi Paletina memaknai kesepakatan tersebut sebagai bentuk dari pengabaian Negara-negara makmur tersebut terhadap upaya keras Palestina untuk menegaskan posisinya sebagai Negara yang berdaulat. Bahkan, Hijazi menilai bahwa kesepakatan tersebut menguntungkan AS dalam melancarkan perdagangan senjata di wilayah tersebut. Selain itu, langkah UAE dan Bahrain ditengarai merupakan respons terhadap kekhawatirannya terhadap peningkatan pengaruh Iran di wilayah Timur Tengah juga perkembangan dari sejata balistik milik Iran.
Meskipun dinilai sebagai kemenangan bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, di dalam Israel sendirim dirinya sedang menghadapi sejumlah kecaman serta kritik. Di antaranya kepasitasnya dalam menangani pandemi global dan pengadilan atas dakwaan tindak korupsi, suap, dan sejumlah dakwaan lainnya yang menyulut berbagai aksi protes di negaranya. (Th)
Sumber: Majalah SM Edisi 20 Tahun 2020