SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – Salah satunya terkait menindaklanjuti hasil rekomendasi Kongres Sejarawan Muhammadiyah (KSM) pertama pada November 2022, Majelis Dikti PP Muhammadiyah bergerak merumuskan pembukaan prodi Ilmu Sejarah.
Lebih daripada itu, kritik lama tokoh-tokoh Muhammadiyah terkait “keringnya pendidikan Muhammadiyah”, seru Prof. Sjafri Sairin, yang berjalan tanpa ilmu filsafat turut mendapatkan momentum. Maka dari itu, sampai dua hari ke depan sepanjang 23-24 Juli 2022 di Universitas Muhammadiyah Semarang, Majelis Dikti PPM menyelenggarakan “Lokakarya Persiapan Pendirian Program Studi Baru Ilmu Sejarah dan Ilmu Filsafat di Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah”.
Acara ini turut mengundang ilmuwan-ilmuwan kedua bidang tersebut, di antaranya Prof. Susanto Zuhdi dari Universitas Indonesia, Dr. Mutiah Amini dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Sardiman dari Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Purnawan Basundoro dari Universitas Airlangga.
Pihak ilmu filsafat diwakilkan oleh Sukidi, Ph.D, Prof. M. Amin Abdullah, dan Prof. Rd. Mulyadhi Kertanegara, dan Prof Musa Asy’ari. Acara juga dihadiri oleh rektor-rektor dari berbagai PTM/A di Indonesia serta undangan lainnya, baik hadir secara daring maupun luring.
Selama dua hari ini, peserta akan disuguhi dengan pemaparan akademik mengenai argumentasi pentingnya kedua bidang ilmu ini. Lalu, dilanjutkan dengan diskusi terarah secara paralel yang dibagi menjadi dua kelompok, tim perumus ilmu sejarah dan ilmu filsafat.
Dalam bagian awal di dalam pengantarnya—setelah sambutan dari Prof. H. Masrukhi, Rektor Unimus—Prof. Chairil Anwar juga menyinggung soal mandat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. Sebagaimana juga disampaikan beliau saat KSM, Muhammadiyah perlu merebut tafsir sejarah. Ditambahkan oleh Prof. Chairil, “Kita ingin PTM memiliki kontribusi untuk melahirkan sejarawan”. (ykk)