Muh Bari Irsjad: “Jujur Adalah Nafasnya Pencak Silat”
Oleh: Yudha Kurniawan
Surat dari Jogja
Sepucuk surat diterima oleh orang tua Hisbullah Rahman di Palembang sekitar tahun 1960. Melalui surat itu, paman Hisbullah yang bekerja sebagai guru di Yogyakarta menyarankan agar sang kakak mengirim anak lelakinya itu untuk sekolah di Yogyakarta. “Kalau ingin Hisbullah jadi orang, jangan disekolahkan di Palembang. Kirim dia ke Jogja setamat SMP”, demikian pesan sang paman.
Orang tua Hisbullah rupanya sepakat dengan saran itu, disusul kemudian dengan sederet kesibukan keluarga ini mempersiapkan rencana pengiriman Hisbullah ke Yogyakarta untuk melanjutkan belajarnya. Rencana inipun diketahui oleh Yusuf Cahya Temenggung kakek Hisbullah dari garis ibunya. Yusuf kemudian memanggil Hisbullah untuk menanyakan bekal apa yang akan dibawa sang cucu merantau ke Yogyakarta.
Kepada sang kakek, Hisbullah yang masih remaja dengan polosnya menjawab telah menyiapkan bekal baju, celana, sarung, dan sebagainya. Mendengar jawaban cucu lelaki tertuanya, Yusuf Cahya Temenggung tertawa. “Bukan bekal itu yang kakek maksud cucuku, engkau sudah sering lihat kakek mengajari silat kan. Sebelum merantau kakek ingin kau punya bekal itu untuk menjaga diri”, demikian Yusuf menasehati Hisbullah.
Yusuf Cahya Temenggung adalah seorang pendekar silat aliran Minang, Hisbullah kecil sering nongkrong menonton Sang Kakek mengajari silat para muridnya. Selanjutnya Yusuf meminta koleganya bernama Ki Pandan Agung, seorang pendekar silat di Palembang untuk membekali Hisbullah Rahman sebelum merantau ke Yogyakarta. Selanjutnya secara intensif Ki Pandan Agung melatih Hisbullah selama 3 bulan menjelang keberangkatannya ke Yogyakarta. Remaja yang baru tamat SMP ini rupanya berbakat, sehingga selama 3 bulan Hisbullah mampu menguasai dengan baik 12 jurus yang diajarkan secara intensif oleh Ki Pandan Agung. Hisbullah di akhir masa latihannya diuji langsung oleh Ki Pandan Agung dan dinyatakan lulus dengan baik.
Tertarik belajar pencak di Jogja
Tahun 1960 Hisbullah untuk pertama kalinya menghirup udara Yogyakarta. Selanjutnya di kota tua ini, Hisbullah tinggal bersama pamannya di Ngampilan. Selama menempuh SMA, sebagai seorang remaja yang pernah belajar silat, Hisbullah ingin pula berlatih kepada pendekar di Yogyakarta. Hisbullah sempat ingin bergabung dengan pencak Perisai Sakti Mataram asuhan Bapak Netra Wiji Hartani. Namun Hisbullah mengurungkan niatnya karena merasa kurang sreg dengan ideologi, visi, maupun misi perguruan ini.
Hisbullah adalah anak yang lahir dari keluarga Muhammadiyah, bahkan di palembang mengenyam pendidikan dasar hingga lulus SD Muhammadiyah di tahun 1957. Maka soal belajar beladiri-pun Hisbullah lebih tertarik bergabung dengan perguruan pencak yang bernuansa Islam. Kala itu Hisbullah mengetahui eksistensi latihan pencak kelompok Islam ada di beberapa tempat di Yogyakarta. Selain kelompok pencak yang ada di Kauman, kawasan selatan juga ada pencak Eka Sejati tepatnya di Karangkajen. Tak jauh dari Kauman, tepatnya di Suronatan juga ada pencak Perkasa yang merupakan singkatan dari Pertahanan Kalimat Syahadat. Daerah Pakualaman juga ada pendekar pencak yang berideologi Islam namun Hisbullah sudah lupa nama perguruannya.
Mendaftarkan diri ke Tapak Suci
Di tengah upayanya mencari tempat latihan pencak di Jogja yang cocok dengan dirinya, Hisbullah mendengar kabar berdirinya Perguruan Tapak Suci pada tanggal 31 Juli 1963. Perguruan yang berasal dari integrasi beberapa kelompok pencak di perkampungan Muhammadiyah Kauman ini sungguh menarik bagi Hisbullah. Menyusul kemudian Tapak Suci membuat pengumuman pendaftaran anggota baru. Namun tatkala membaca pengumuman sederhana berupa tulisan tangan di sebuah kertas karton besar, Hisbullah sangat kecewa karena yang boleh mendaftar hanya anak-anak Kauman.
Gagal mendaftar Tapak Suci di tahun 1963, Hisbullah kembali sibuk dengan pelajaran kelas akhir di SMA-nya. Akhirnya setahun kemudian di tahun 1964 Hisbullah lulus SMA, selanjutnya pada tahun yang sama dia memutuskan melanjutkan belajarnya pada prodi penginderaan jauh Universitas Gadjah Mada. Pada tahun ini kembali Tapak Suci mengumumkan pendaftaran anggota baru yang segera disambut oleh Hisbullah karena tidak lagi dikhususkan untuk anak-anak Kauman.
Didamprat Pak Bari karena tidak jujur
Hisbullah selanjutnya mendaftarkan diri sebagai calon anggota Tapak Suci unit latihan Kauman angkatan ke-2. Semua pendaftar wajib mengikuti ujian seleksi yang diadakan di Kompleks Masjid Gedhe Kauman. Pada saat sesi ujian wawancara, secara berkelompok masing-masing 10 orang dipanggil menghadap penguji di gedung sebelah selatan Masjid Gedhe. Sesama peserta saling berbisik karena tidak semuanya berasal dari keluarga Muhammadiyah, mereka kuatir jika wawancaranya seputar Al Islam dan Kemuhammadiyahan.
Tiba gilirannya petugas memanggil Hisbullah untuk maju menghadap tim penguji, dilihatnya Pak Bari Irsjad sebagai penguji utama didampingi 10 orang asisten pelatih (aspel). Hisbullah hanya mendapat 1 pertanyaan langsung dari Pak Bari. “Hisbullah, kamu sudah bisa pencak?” tanya Pak Bari. Dengan perasaan takut, Hisbullah menjawab:”belum bisa Pak”. Kemudian Pak Bari berkata: “Ya sudah, cukup kamu sekarang boleh keluar Hisbullah”.
Baru saja Hisbullah berbalik, sebuah serangan dilayangkan oleh Pak Bari Irsjad yang secara refleks direspon Hisbullah dengan ilmu silat Sumatra yang diperolehnya dari Ki Pandan Agung. “Nah, ketahuan kamu berbohong Hisbullah”, bentak Pak Bari. Rupanya pendiri Tapak Suci ini sebelumnya sempat mengamati cara berjalan Hisbullah nampak sebagai orang yang pernah belajar silat.
Kontan Hisbullah dimarahi habis-habisan oleh Pak Bari Irsjad, kepada calon muridnya ini dikatakan dengan tegas bahwa intisari filosofi pencak itu adalah kejujuran. Pertemuan pertama kali dengan Pak Bari Irsjad ini sangat berkesan sehingga sifat kejujuran terpatri kuat dalam diri Hisbullah Rahman. Anak Palembang ini juga kagum dengan kecermatan Pak Bari Irsjad yang cukup mengamati cara berjalan sesorang untuk mengetahui kompetensi pencaknya.
Belajar filosofi hidup dari Pak Muh Bari Irsjad
Setelah melalui proses seleksi yang ketat, akhirnya Hisbullah Rahman diterima menjadi murid Tapak Suci unit latihan Kauman angkatan ke-2 tahun 1964. Secara keilmuan ragawi, di Tapak Suci Hisbullah banyak dibimbing oleh Pak Dalhar Suwardi dan Pak Shobri Ahmad. Karena ketekunannya dalam berlatih Tapak Suci, akhirnya setelah menempuh berbagai tahapan evaluasi (kenaikan tingkat) Hisbullah dinyatakan lulus dari semua ketingkatan siswa sehingga dilantik oleh Pak Bari Irsjad menjadi asisten pelatih (aspel).
Boleh jadi guru utama dari Hisbullah adalah Pak Dalhar dan Pak Shobri, namun sesungguhnya selama menjalani masa pendidikan siswa Hisbullah mendapat perhatian dari Pak Bari. Pendiri Tapak Suci ini gemar mengevaluasi hasil latihan siswa. “Hisbullah kemari, Kamu diajari apa oleh Dalhar?” tanya Pak Bari spontan. “Teratai menyongsong matahari Pak Bari,” jawab Hisbullah. Sebagai tambahan keterangan, bunga mawar menyongsong matahari dahulu namanya teratai menyongsong matahari. Kemudian Hisbullah diminta mempraktikkannya, namun tiba-tiba jari telunjuk Pak Bari menerjang telak wajah Hisbullah.
Kemudian dijelaskan oleh Pak Bari bahwa lintasan tangan Hisbullah terlalu bawah sehingga tidak melindungi wajah dari serangan. Melalui cara ini Pak Bari mengkoreksi kesalahan teknik siswa, juga memiliki bahan untuk membenahi kompetensi pelatih-pelatihnya. Pak Bari Irsjad berupaya menggaransi proses dalam pembinaan Tapak Suci melalui peningkatan kompetensi para pelatihnya.
Dalam perspektif Hisbullah, Pak Bari Irsjad melalui metode pembinaannya menerapkan filosofi hidup untuk selalu melakukan perbaikan (continuous improvement), hari ini harus lebih baik dari masa lalu, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Orang yang tidak ingin bangkrut dunia akherat harus melakukan continuous improvement, maka dalam menjalani kehidupan perlu perencanaan agar bisa dilakukan evaluasi untuk peningkatannya. Kaidah berfikir ilmiah juga ditanamkan oleh Pak Bari kepada Hisbullah dan murid yang lain melalui proses latihan yang dijalani.
Pak Bari yang pendiam dan kalem melakukan pengamatan secara cermat untuk menggali data. Melalui pengamatan ini Pak Bari menemukan hal-hal yang perlu dilakukan perbaikan. Maka setiap koreksi yang dilakukan Pak Bari selalu masuk akal, dan rekomendasi perbaikannya adalah pemecahan masalah yang tepat sesuai perencanaan. Hal-hal filosofis yang diperoleh Hisbullah dari Pak Bari selama berinteraksi di Kauman di kemudian sangat membantunya dalam menyelesaikan kuliah maupun menapaki karir di dunia kerja.
Perencanaan itu penting
Pada tahun 60-an, sebelum menyusun skripsi seorang mahasiswa UGM harus menempuh semacam KKN tapi lamanya 8 bulan dan kala itu Hisbullah ditempatkan di daerah Rembang Jawa Tengah. Biasanya para mahasiswa terlalu fokus di program itu, dan karena selama 8 bulan bisa berdampak masa studinya molor lebih lama.
Sebagai mahasiswa program studi penginderaan jauh dan ada minat dalam pengembangan bidang pertanian, Hisbullah melakukan pengamatan atas kawasan Rembang. Berbekal dari pelajaran filosofisnya Pak Bari Irsjad, sebagai mahasiswa tingkat akhir Hisbullah mulai menyusun blue print untuk penelitian nantinya. Data-data di lapangan mulai dikumpulkannya, sembari menjalani program KKN yang teramat panjang. Maka sepulang dari KKN itu Hisbullah sudah siap untuk menyusun skripsi, blue print penelitian berikut semua data yang diperlukan sudah di tangannya.
Teman-teman kuliahnya sontak kaget karena Hisbullah bisa sedemikian cepat menyelesaikan tugas akhirnya. Sementara teman yang lain gara-gara terlena dengan kegiatan KKN masa studinya molor, namun Hisbullah selesai tepat waktu selama 5 tahun. Pada tahun 1969 Hisbullah berhasil menggondol gelar sarjananya dari UGM dengan indeks prestasi kumulatif 3,45. Ini sebuah prestasi akademik yang luar biasa di tahun 60-an, oleh karena itu Hisbullah ditawari menjadi dosen di almamaternya.
Profesi seorang dosen di zaman itu tidak sementereng sekarang, kesejahteraannya juga pas-pasan. Hisbullah tidak tertarik dengan tawaran menjadi dosen dan memilih berkarir di Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Kementerian PU). Karena kompeten di bidangnya juga usia masih muda, bugar, sekaligus menguasai beladiri membawa Hisbullah diberi amanah menjabat Pimpro di berbagai proyek kerjasama Departamen PU dengan luar negeri.
Tantangan sebagai seorang pimpro haruslah mampu menyelesaikan pekerjaan proyeknya tepat waktu. Hisbullah sadar salah satu hambatan dalam sebuah proyek yang menyasar kawasan pedalaman adalah konflik sosial dan agraria. Maka perencanaan yang matang sangat penting, dengan diawali pendekatan dengan para pemangku dan tokoh masyarakat yang perkampungannya akan dilewati proyek.
Pada titik krusial inilah, bekal selama srawung dengan Pak Bari dan tokoh-tokoh Kauman bermanfaat bagi Hisbullah dalam melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh adat dan kepala desa. Perencanaan yang diramu dengan ketrampilan pendekatan sosial lebih menjamin kelancaran perjalanan proyek-proyek yang dipimpin Hisbullah sehingga tidak pernah menemui hambatan berarti, apalagi sampai menimbulkan konflik sosial dan agraria.
Pimpro yang bodoh
Hisbullah berkarir di Departemen PU pada zaman belum ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka pengawasan atas pengelolaan negara belum seketat saat ini. Namun demikian, pelajaran tentang kejujuran yang ditanamkan Pak Bari dan menjadi nilai utama Tapak Suci demikian mendarah daging di dalam diri Hisbullah Rahman. Para koleganya menjuluki Hisbullah sebagai “pimpro yang bodoh”, karena anggaran proyeknya disusun secara akurat sesuai realisasi sesungguhnya. Perkenalan pertamanya dengan Pak Bari Irsjad ketika Hisbullah masih remaja, rupanya sangat membekas menanamkan nilai kejujuran sepanjang hidupnya.
Andaikata hari ini nilai moral kejujuran sebagaimana yang ditanamkan Pak Bari menjadi nafas kehidupan Bangsa Indonesia, tentunya tidak perlu lagi lembaga bernama KPK di republik ini. Barangkali hari ini di media massa sudah tidak ada berita anak-anak belajar di sekolah yang gedungnya mau roboh, atau berita tentang anak-anak sekolah beraksi bak tarzan meniti jembatan tali untuk berangkat menuju sekolahnya. Tapak Suci dengan guru besarnya Muhammad Bari Irsjad yang sangat bersahaja telah membentuk Hisbullah menjadi pribadi yang terjaga dari sifat materialistis dan hedonistik sehingga selalu jujur dalam bekerja.
Nilailah lawanmu dari kekuatannya
Milad ke-59 Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang jatuh pada tanggal 31 Juli 2022, kembali mengingatkan Hisbullah Rahman kepada gurunya Pendekar Besar Muhammad Bari Irsjad. Sosok yang 58 tahun silam telah menanamkan sifat jujur dalam dirinya.
Menutup ceritanya, Hisbullah teringat dengan pesan Pak Bari agar selalu menilai lawan dari kekiuatannya, bukan dari kelemahannya. Ini pesan yang sangat inspiratif bagi Hisbullah, tentu juga bagus untuk diimplementasikan oleh semua Anggota Tapak Suci bahkan seluruh masyarakat. Dengan terbiasa menilai lawan dari kekuatannya maka kita kita tidak membiasakan diri untuk sibuk mengorek kekurangan orang lain. Menilai orang lain dari keunggulan dan kekuatannya akan membawa kita untuk berupaya untuk meraih keunggulan, berprestasi lebih tinggi, dan selalu berlomba dalam berbuat kebajikan. Matur nuwun Pak Bari Irsjad…….
Yudha Kurniawan, Kader Tapak Suci Bantul
Narasumber: Pendekar Besar Hisbullah Rahman (77 tahun), Ketua Majelis Guru PP Tapak Suci, murid angkatan ke-2 Tapak Suci Unit Latihan Kauman 1964