PESAWAT TERAKHIR: Goresan pena memperingati HUT RI ke-77
Perjuangan hidup dengan jihad, hijrah, cinta, dan air mata
Oleh: Alif Sarifudin Ahmad
Saat aku meneteskan air mata
Bukan berarti aku menangis karena cinta, harta, tahta, dan wanita
Tapi air mata ini menetes
Ketika aku kini sudah semakin merenta
Mulai melangkah kaki
Untuk meninggalkan anak-anak tercinta
Sementara perjuanganku untuk mereka belum seberapa
ASA
Kita masih terjajah
Karya ASA
Sebelum malakulmaut mencabut ruh
Jihad menjadi tekad
Hijrah sebagai ibadah
Cinta untuk ikhtiar bahagia
Air mata adalah jalan ke surga
Saat Penjajah mengoyak merobek
memporak-porandakan kedamaian negeri
Seperti nafsu, Marah, iri, dengki, hasud
Memberangus hati
Penjajah menindas, memaksa, membunuh,menembak
Memenggal kepala pejuang
Dosa, salah, aib seakan menghancurkan ketenangan
Langit seolah i gelap
mentari seakan padam
bulan seperti tenggelam
bintangpun entah kemana tak datang
Penjajah merampas
Seperti hawa, Syahwat, ghodob merampas
Pejuang bangkit melawan
Menyerukan kebenaran
Maju ke medan laga
Memanggul senjata
Berjuang tuk hancurkan kemalasan, kebodohan, serta kemiskinan
meskipun harus dibayar darah dan nyawa
Perjuangan tidak boleh sia-sia…
Kita masih terjajah
Kita belum merdeka
Kita harus berjuang
Drama kebohongan yang sedang dipertontonkan oleh orang-orang sombong penentang Tuhan kini semakin menggila. Peristiwa menyebarnya berita bohong ternyata bukan hanya terjadi pada zaman sekarang. Tercatat dalam sejarah perjuangan jihad dan hijrah terjadi juga pada zaman Rasulullah yang kita kenal adanya berita “haditsul Ifk”
Allah sangat menyayangi keluarga Rasulullah. Pembelaan dari Atas Langitpun datang. Sebulan penuh berlalu, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha merasakan kepedihan. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun gelisah, belum juga turun wahyu menjelaskan masalah ini. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala betul-betul Maha Pengasih. Apalagi kekasih-Nya, hamba yang paling dicintai dan diutamakan-Nya, Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan sepuluh ayat Al Quran berkaitan dengan kisah ini, dimulai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُم مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
لَّوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُّبِينٌ
لَّوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِندَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللَّهِ عَظِيمٌ
وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُم مَّا يَكُونُ لَنَا أَن نَّتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ
يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَن تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: ‘Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.’
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.
Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: ‘Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperbincangkan ini. Maha Suci Engkau (Wahai Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.’ Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).” (An-Nur: 11-20)
Para pendusta mempunyai andil terbesar dalam penyebaran kabar bohong ini adalah gembong munafikin, Abdullah bin Ubai bin Salul Al-Munafiq. Karena sebetulnya dialah yang menyebarkan berita ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam tidak berbicara. Beliau hanya bermusyawarah dengan para shahabatnya, apakah menceraikan ‘Aisyah ataukah tetap menahannya (sebagai isteri).
Zaman sekarang juga muncul Abdullah bin Ubai- Abdullah bin Ubai baru yang lebih canggih. Mreka muncul dari oknum pejabat dan para pendukungnya penghamba dajjal. Para penyebar berita bohong menggunakan fasilitas yang ada untuk menjadikan kebohongan sebagai alat keserakahannya. Dusta adalah sumber kehancuran. Untuk menutupi dusta maka ia akan berdusta dengan dusta-dusta yang lain.
Hidup ini seperti naik pesawat. Kita sebagai muslim yang mukmin dan muhsin diharapkan menaiki pesawat bersama untuk tujuan di bandara tujuanyang satu yaitu husnulkhotimah. Kau adalah penumpang terakhir yang aku tahu. Setelah itu tidak ada lagi penumpang yang kutunggu karena sudah full. Tiket dan visa serta perbekalan perjalanan sudah disiapkan. Ternyata kau tak mau mengambil kesempatan itu. Itulah gambaran ajakan kebaikan seorang sahabat kepada sahabat dekatnya. Akhirnya ia pun tak peduli lagi dengan sahabat dekat itu. Ia meninggalkannya dengan sahabat yang sangat dikenalnya sepuluh tahun terakhir.
Antara Hasan dan sahabatnya memang jalannya sudah berbeda. Sahabatnya lebih memilih gemerlap dunia, harta yang menggiurkan bahkan jabatan yang selalu menjanjikan. Akhirnya sahabatnya terjerat pada jaring-jaring dunia dan dia seperti ditelan bumi tak ada kabarnya sejak perpisahan di pesawat terakhir. Kini Hasan berjuang seorang diri. Saat yang lain terkena kasus OTT, tembak menembak, atau kasus KM 50, CCTV mati, kebakaran kantor bergensi, dll ia tak peduli dengan berita hoax itu lagi.
Menggapai jihad mencari cinta itulah motto kesehariannya. Perasaan hatinya yang sering galau atau sahabat menyebutnya polisi tidur sudah tidak diikutinya lagi. Cita-citanya hanya satu: Ia ingin menghadap dengan Robbnya bersama sahabat-sahabatnya yang setia agar happy ending atau husnulkhotimah. Kini Hasan sudah bertekad utk meninggalkan riba, cinta dunia, dan kesenangan yang hanya menimbulkan dosa.
Setiap hari Hasan berusaha untuk tetap mandi dalam sungai kebaikan. Percikan mutiara cinta yang dimiliki telah menyinari hatinya yang akhir-akhir ini gelap. Sungai kebaikan itulah perjuangan yang harus dikuatkan di alam perjuangan seperti zaman fitnah ini. Sungai kebaikan itu Jihad, Hijrah, Cinta, dan Air mata.
Jihad itu seperti simbol laba-laba dan sarangnya yang dihadirkan oleh Allah untuk mengelabuhi kejaran orang-orang kafir ketika hendak membunuh Rasulullah dan Abu Bakar di gua jabal Tsur. Laba-laba adalah simbol kekuatan dan perjuangan atau jihad dan hijrah. Di samping laba-laba dalam riwayat lain Allah menghadirkan burung merpati dan telurnya. Merpati adalah simbol cinta, kesetiaan, dan kasih sayang, serta air mata. Sesama orang beriman dalam hidup ini hindari perpecahan untuk sebuah tujuan yakni kemenangan dengan jihad, hijrah, cinta, dan air mata.
Selama kita masih terjebak dalam perseteruan mazhab, perbedaan, dan lebih mengedepankan egonya berarti umat islam akan terjajah selama-lamanya. Airmata persatuan tidak boleh berhenti. Bolehlah hari ini kita meneteskan air mata cinta untuk sebuah kebahagiaan generasi kita yang lebih bahagia dan merdeka untuk masa depan mereka. Seperti para pejuang yang telah berjuang 77 tahun yang lalu. Hari ini kita berjuang di sisa usia untuk generasi berikutnya. Di depan kita: anak-anak kita, cucu-cucu kita, para siswa kita, generasi ke depan adalah hasil dari perjuangan kita agar tidak menderita sepeti zaman ini ketika hak-hak azazi semakin dikebiri.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berpesan dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 9, Salah satu anugerah Allah yang perlu kita syukuri adalah diberinya kita kemampuan yaitu dapat memiliki keturunan dan kita perjuangkan agar tidak menjadi keturunan yang lemah.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Q.S An-Nisa : 9)
Ayat ini pada awalnya adalah peringatan atas kelakuan masyarakat Arab Pra- Islam yang menggunakan hukum rimba sebagai acuan, sehingga pada saat itu masyarakat Arab menjadi lemah dan takut. Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Dzilal Al-Quran menyatakan sebagaimana berikut:
وتشي هذه التوصيات المشددة- كما قلنا- بما كان واقعاً في الجاهلية العربية من تضييع لحقوق الضعاف بصفة عامة. والأيتام والنساء بصفة خاصة.. هذه الرواسب التي ظلت باقية في المجتمع المسلم– المقتطع أصلاً من المجتمع الجاهلي- حتى جاء القرآن يذيبها ويزيلها، وينشئ في الجماعة المسلمة تصورات جديدة، ومشاعر جديدة، وعرفاً جديداً، وملامح جديد
“wasiat keras ini ditujukan terhadap realita yang terjadi di Arab Jahiliyah, yakni penelantaran hak – hak orang lemah, pada umumnya. Khususnya terhadap anak yatim dan wanita. Kebobrokan ini masih terjadi di beberapa circle masyarakat muslim (yang merupakan pecahan asli dari masyarakat jahiliyah) saat itu, hingga akhirnya Al-Quran menjelaskannya, menghapusnya. Kemudian menumbukan semangat, perasaan, pengetahuan, dan kisah yang baru dalam kelompok muslim”
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk mempersiapkan generasi setelah kita. Jangan sampai generasi–generasi di bawah kita jadi generasi yang lemah. Lemah di sini maknanya sangat luas, karena memang yang dikehendaki Al-Quran dalam ayat tersebut adalah univeralisasi makna. Baik kelemahan dalam aqidah, syariat, psikis, sosial, maupun ekonomi, dan lain sebagainya.
Lemah yang lebih mencintai Hp daripada Al-Quran. Lemah yang lebih mencintai main game dari pada belajar sejarah para pejuang. Lemah yang lebih mengedepankan kepada kesibukan sia-sia daripada belajar untuk bekal masa depannya.
Kita berjuang dari sekarang dan perjuangan itu tidak mudah untuk mengubah image anak-anak kita agar mencintai yang lebih bermanfaat untuk masa depan. Tindakan preventif ini diperlukan, mengingat kita sebagai manusia tidak seharusnya meninggalkan legacy kepada bumi sebagai planet, maupun sebagai ruang bersosial untuk diisi dengan orang – orang yang tidak kompeten.
Kelemahan sebuah generasi, tak lepas dari tanggung jawab generasi sekarang untuk mengentaskan penerusnya dari jurang kegelapan dan kegagalan. Karena hidup sejatinya adalah kematian, maka salah satu usaha untuk mempersiapkan kematian tersebut adalah dengan mempersiapkan pengganti yang tangguh. Hidup adalah seperti pesawat terakhir yang akan menerbangkan kepada kebahagiaan menuju bandara kebahagiaan atau sebaliknya pesawat itu akan hancur di tengah angkasa karena kurangnya bahan bakar atau bertabrakan dengan pesawat dajjal atau pesawat kebohongan, kemungkaran, kekafiran yang tidak ingin melihat generasi kita generasi yang diridhai Allah.
Dari sini kita dapat menyimpulkan, bahwa kehidupan kita tidak hanya selesai pada kita. Namun akan berlanjut ke generasi yang berikutnya. Maka mendidik mereka agar mampu menjadi khalifatullah fil Ard dan kebanggaan Rasulullah kelak di hari kiamat adalah tanggung jawab kita sebagai pendahulu. Apabila mereka menebar manfaat dan kebaikan, kitalah yang akan memanennya di akhirat kelak. Demikian pula, jika kita gagal mendidik mereka, maka kerusakan yang mereka timbulkan akan membawa bencana bagi dunia, bahkan hingga di akhirat kelak. Wallahu a’lam. Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarieb. (ASA)