SEBATIK, Suara Muhammadiyah – Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir (PSPP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bersama Bank Indonesia (BI) melakukan penelitian mengenai Awareness Penggunaan Rupiah di Daerah Perbatasan Sebatik Nunukan Kalimantan Utara, pada bulan Maret-April 2022. Tim survei tersebut diketuai oleh Dr. Endang Rudiatin, M.Si., dengan multidispliner yaitu Dr. Meisanti, SP, MP., Dr. Sugiatmi, SP, MKM., dan Mawar, SAP, MAP.
Riset tersebut dilatar belakangi oleh potensi beredarnya mata uang asing sebagai alat pembayaran di kawasan perbatasan. Misalnya kasus di wilayah Sebatik, ada dua mata uang yaitu Rupiah Indonesia (Rp) dan Ringgit Malaysia (RM), yang akhirnya menimbulkan persaingan antara Rupiah dan Ringgit di perputaran ekonomi masyarakat lokal. Lebih lanjut, sesungguhnya penggunaan Rupiah telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015 dan Surat Edaran (SE) No.17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa persepsi dan perilaku masyarakat terhadap Rupiah sangat dipengaruhi oleh kondisi ketergantungan ekonomi dengan negara Malaysia. Selanjutnya, hasil analisa pengetahuan masyarakat perbatasan tentang peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan mata uang selain Rupiah, ditemukan bahwa secara enkulturasi masyarakat lokal hanya mengetahui bahwa Ringgit dapat diperlakukan sama dengan Rupiah sebagai alat tukar dan berlaku dalam transaksi perdagangan. Bagi mereka ketiadaan larangan dari aparat pemerintah sama dengan mengizinkan membuat aturan sendiri tentang penggunaan Rupiah.
Endang Rudiatin dan kawan-kawan menjelaskan bagaimana penggunaan Rupiah di perbatasan sebagai alat pembayaran. Dari survei didapatkan fakta bahwa para pelintas batas terutama para pedagangnya baik kecil maupun besar, memiliki dwi identitas yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia dan Identity Card (IC) Malaysia, yang dipicu dari kesenjangan tingkat kesejahteraan di antara dua negara Indonesia-Malaysia. Selain itu, banyaknya para pelintas batas memiliki kewarganegaraan ganda untuk kebutuhan kesejahteraan dan upaya melindungi hak asasi warga negara terhadap status kewarganegaraannya. Hal itu tentu tidak memungkinkan bagi Indonesia yang menganut satu kewarganegaraan.
Riset kualitatif tentang awareness terhadap penggunaan Rupiah masih sangat jarang, apalagi yg terkait gerakan Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah. Para peserta FGD pun memberikan validasi terhadap pemaparan hasil penelitian bahwa das Sollen das Sein penggunaan Rupiah terhadap mata uang asing di Sebatik masih belum seimbang. bahkan penegakkan hukum terhadap pengguna mata uang asing di Sebatik belum sepenuhnya dijalankan.
FGD ini sangat bermanfaat bagi para tokoh masyarakat dan aparat yg ikut sebagai peserta. Kepala DPU BI Marlison Hakim pun mengakui kegiatan FGD ini menumbuhkan jiwa nasionalisme untuk menjaga Rupiah sebagai kedaulatan bangsa.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah sekaligus Ketua BPH UMJ, Prof Abdul Mu’ti berpendapat bahwa penelitian seperti ini dapat dimanfaatkan bagi problem solving permasalahan di masyarakat. Selaras dengan Mu’ti, Rektor UMJ menyatakan bahwa riset ini sangat mendasar dan sarat data sehingga bisa dijadikan landasan kebijakan.
Endang Rudiatin berpendapat dari hasil penelitian ini masyarakat Sebatik dapat meneropong permasalahan Rupiah dikalangan mereka yang selama ini mereka abai dan dianggap sesuatu yang biasa saja. Mereka menemukan sendiri solusinya dengan bertekad untuk lebih Cinta Bangga Paham Rupiah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ada delapan (8) rekomendasi untuk mengatasi permasalahan beredarnya mata uang asing sebagai alat pembayaran di kawasan perbatasan, khususnya di wilayah Sebatik. Berikut saran yang perlu dilakukan:
1. Gerakan Cinta Bangga Paham Rupiah haruslah menjadi gerakan faktual yang berkelanjutan.
2. BI sebagai lembaga pengelola mata uang Rupiah bersama institusi lain (Muhammadiyah) dapat memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kedaulatan Indonesia dengan bertransaksi menggunakan Rupiah.
3. BI bersama institusi lain (Muhammadiyah) melakukan sosialisasi secara berkala tentang kewajiban semua WNI termasuk yang di perbatasan untuk bertransaksi menggunakan mata uang Rupiah.
4. Membuat gerakan kemandirian melalui pemberdayaan masyarakat agar mereka mandiri dalam memenuhi kebutuhannya tidak bergantung kepada negara tetangga.
5. BI perlu memahami sosial budaya dan tradisi masyarakat terutama dalam melintas batas.
6. Selain sosialisasi dan edukasi, CBP juga mengenalkan produk-produk layanan dan update fasilitas yang diberikan BI.
7. Peningkatan sarana infrastruktur ekonomi untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan pokok dari negara tetangga.
8. Perlu peningkatan sinergitas hubungan kelembagaan antara Pusat dan Daerah serta kolaborasi dengan berbagai stake holder dalam implementasi Tanggap Rupiah.