Revisi UU Sisdiknas bentuk Reformasi Pendidikan?

Revisi UU Sisdiknas bentuk Reformasi Pendidikan?

Revisi UU Sisdiknas bentuk Reformasi Pendidikan?

Oleh: Rizki Putra Dewantoro

Revisi terharap Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) terus bergulir. Berkas Rancangan Undang-undang (RUU) Sisdiknas masuk dalam tahapan partisipasi publis dan akan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Perubahan Perioritas Tahun 2022 di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Konsekuensi dari adanya UU Sisdiknas versi revisi adalah untuk menggabungkan tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Tentu revisi UU Sisdiknas memancing riuh rendah para pengamat pendidikan dan masyarakat karena akan mengubah keberlangsungan pendidikan selama ini. Meskipun latar belakang pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek adalah upaya pengaturan agar tidak adanya tumpang tindih di tingkat UU. Serta menyelaraskan dasar pendidikan yang tertuang dalam UU Sisdiknas dan UU Dikti sehingga menjadi sistem pendidikan nasional yang utuh.

Salah satu yang mengemuka yaitu tanggapan tentang hilangnya pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas. Padahal adanya tunjangan profesi guru merupakan bentuk apresiasi terhadap keprofesian pendidik dalam mencerdaskan generasi bangsa. Berbagai lembaga pendidikan termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyoroti hal ini sebagai langkah mempersulit profesi guru.

Sementara itu, Kemendikbudristek menyebut pihaknya terus memperjuangkan kesejahteraan para pendidik di Indonesia. RUU Sisdiknas mendorong diberikannya penghasilan layak bagi semua guru  baik yang sudah mendapat tunjangan profesi, bagi guru ASN maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya hanya guru dan dosen yang sudah memiliki sertifikasi yang berhak mendapatkan tunjangan profesi. Sementara itu dalam RUU Sisdiknas ini mengatur bahwa guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi.

Mengenai tunjangan profesi ini muncul di BAB XV Ketentuan Peralihan Pasal 145.

Dalam ketentuan ini tertulis: Setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, terkait dengan penghasilan muncul dalam Pasal 105. Dalam menjalankan tugas keprofesian, Pendidik berhak: a. memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. mendapatkan penghargaan sesuai dengan prestasi kerja; c. memperoleh pelindungan hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kompetensi dan kualifikasi secara berkelanjutan; dan seterusnya.

Di balik itu terdapat perubahan besar dalam RUU Sisdiknas. Pertama, Wajib Belajar menjadi 13 Tahun dimulai dari 10 tahun pendidikan dasar (prasekolah dan kelas 1-9) lalu 3 tahun pendidikan menengah. Sebelumnya wajib belajar yang berlaku adalah pendidikan dasar 9 tahun.

RUU Sisdiknas juga memberi pengakuan kepada pendidik PAUD dan kesetaraan. Melalui RUU ini, satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui sebagai satuan pendidikan formal.

Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan. Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal penyelenggara program kesetaraan yang memenuhi persyaratan.

Kedua, memperjelas pendanaan wajib belajar yang bukan hanya pemerintah yang wajib mendanai penyelenggaran wajib belajar. Satuan pendidikan negeri tidak memungut biasaya, namun masyarakat boleh berkontribusi secara sukarela tanpa paksaan dan tidak mengikat.

Ketiga, nomenklatur satuan pendidikan dapat disesuaikan. Sekolah, madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan diatur dalam batang tubuh RUU. Namun secara penamaan atau nomenklatur dapat disesuaikan.

Keempat, mempermudah mobilitas pelajar pesantren formal dengan satuan pendidikan lain. Standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk untuk pesantren formal. Lulusan pesantren formal bisa lebih mudah pindah ke sekolah, madrasah, maupun universitas dan begitu pun sebaliknya.

Kelima, Pendidikan Pancasila menjadi Mata Pelajaran Wajib bersama dengan pendidikan Agama dan bahasa Indonesia. Selain itu, juga ada muatan wajib matematika, IPA, IPS, seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kecakapan hidup, dan muatan lokal.

Keenam, perguruan tinggi bisa semakin fokus mencapai visi misinya. Perguruan tinggi dapat menentukan proporsi pelaksanaan tridharma. Termasuk penguatan otonomi perguruan tinggi negeri. Semua PTN akan berbentuk PTN Badan Hukum untuk untuk mengakselerasi transformasi layanan kualitas pembelajaran. Pemerintah tidak mengurangi dukungan pembiayaan dan afirmasi terhadap calon mahasiswa dari keluarga tidak mampu.

Terakhir yang cukup memberikan perubahan besar adalah penyederhaan standar nasional pendidikan. Sebelumnya standar nasional pendidikan diatur secara rinci ke dalam 8 standar sehingga peraturan turunannya terlalu mengikat dan cenderung bersifat administratif. Perubahannya disederhanakan menjadi tiga standar yaitu input, proses, dan capaian.

Sementara itu pada pendidikan tinggi, standar nasional pendidikan yang berlaku sebelumnya berjumlah 24, yaitu masing-masing 8 standar pada tridarma. Perubahannya standar nasional berkurang menjadi 9, yaitu 3 standar untuk masing-masing dharma pada tridharma.

Berbagai perubahan tersebut perlu dikawal bersama dalam mewujudkan pendidikan nasional yang lebih mumpuni dengan arus zaman. Maka, masyarakat baik secara individu maupun lembaga dapat memberi masukan terhadap perubahan RUU Sisdiknas agar reformasi dalam bidang pendikan menemukan pencerahan.

Exit mobile version