YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Memperkokoh dan memperluas perannya dalam perlindungan perempuan dan anak, Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah meluncurkan gerakan Nasional Paralegal di Amphitarium Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Jumat (9/9). Peluncuran yang dilakukan secara daring dan luring tersebut turut dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Aisyiyah Athiyatul Ulya menekankan bahwa selama 105 tahun Aisyiyah berdiri, penegakan dan perlindungan hukum terhadap kelompok rentan seperti perempuan, anak juga difabel masih menjadi permasalahan. Kurang lebih ada 300 ribu kasus kekerasan berbasis gender yang tercatat hingga 2021. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 50 persen dari tahun 2020.
“Sejak Muktamar yang lalu, Aisyiyah sudah berkomitmen dalam membuat pos-pos bantuan hukum sebagai respons akan problem perlindungan hukum terhadap kaum rentan. Pendampingan yang bersifat litigasi dan non litigasi sangat dibutuhkan.”
Hal tersebut dikarenakan adanya kesenjangan akan jumlah pemberi bantuan hukum dan kasus kekerasan yang kian menggunung. Sehingga dinilai terdapat ketimpangan dalam kapasitas pemerintah untuk memberikan pendampingan hingga bantuan hukum terhadap masyarakat itu sendiri. Hingga saat ini, Aisyiyah sendiri telah memiliki Pos-pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) di 25 provinsi, telah berupaya melalukan bantuan hukum dari yang bersifat preventif hingga rehabilitatif.
“Oleh karenanya, Aisyiyah berupaya untuk mengisi kekosongan tersebut dalam bentuk penguatan paralegal. Peran ini harus ditingkatkan dan diperkuat salah satunya dengan peluncuran ini. Sehingga manfaat dapat dirasakan oleh masyarakat yg lebih luas lagi.”
Menyambung hal tersebut, Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini menegaskan bahwa Gerakan Nasional Paralegal yang diluncurkan hari ini bukanlah awal dari ikhtiar Aisyiyah dalam memberikan pendampingan hukum yang inklusif kepada masyakarakat. Jauh sebelum peluncuran program tersebut, Aisyiyah telah bergerak melakukan pendampingan di berbagai Posbakum Aisyiyah yang tersebar di sejumlah provinsi.
“Peluncuran ini merupakan upaya dalam meluaskan dan menguatkan agar gerakan ini dapat menjaring masyarakat yang lebih luas. Kami menargetkan dalam beberapa bulan ke depan Aisyiyah dapat memiliki Posbakum dan kader paralegal di 34 provinsi,” tegas Noordjannah.
Noordjannah berharap bahwa langkah yang dilakukan oleh Aisyiyah melalui penguatan keberadaan paralegal ini mampu menjadi program yang solutif dan adaptif serta tetap membawa spirit dakwah dan nilai islam berkemajuan. Dirinya juga berharap, melalui program nasional ini dapat terbangun sinergitas yang bermakna dengan pemerintah khususnya melalui Kemenkumham sendiri.
“Bergerak harus dinamis bukan statis. Harus berkelanjutan dan inklusif. Oleh karena itu, kader Paralegal harus bergerak secara inklusif. Tidak melihat ras, suku maupun agama. Sebagai gerakan sosial keagamaan, spirit inklusifitas ini sudah ditegakkan sejak awal Aisyiyah berdiri. Ini menjadi bagian dari bagian dakwah rahmatan lil alamin. Agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan warganya bisa hidup aman, nyaman dan sejahtera. Mari kita semarakkan kegiatan pembelaan terhadap masyarakat secara bersama-sama dan bersinergi satu sama lainnya,” pungkas Noordjannah.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej turut menyambut baik inisiatif tersebut. Dirinya sepakat bahwa di antara sekian banyaknya kasus hukum khususnya kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya sebagian kecil kasus yang dapat diproses secara hukum. Dirinya menekankan bahwa selain penindakan terhadap pelaku kekerasan, pencegahan, pemulihan dan rehabilitasi korban kekerasan menjadi penting untuk disoroti.
Fungsi paralegal sebagai pendamping kprban dalam mendapatkan bantuan hukum amat sangat krusial. Kerap kali dalam kasus kekerasan yang menimpa anak dan perempuan, korban menghadapi kendala dalam proses hukum dan mencari keadilan.
“Kejahatan terhadap perempuan dan anak masuk dalam kejahatan dalam tingkat yang sangat serius. Peran pendamping sangat dari taham pelaporan hingga pemulihan dan rehabilitasi sangatlah penting. Karena terkadang ada gap yang dihadapi korban ketika akan berhadapan dengan hukum.”
Oleh karenanya, dirinya menekankan sejumlah acuan yang penting untuk diketahui oleh paralegal dalam melakukan pendampingan. Di antarannya, bahwa paralegal harus memahami aturan hukum karena akan bekerja dalam konteks hukum formal. Paralegal juga dituntut untuk memahami bagaimana pendekatan yang tepat ketika berkomunikasi dengan korban dan momosisikan sebagai diri sebagai mediator dengan aparat hukum. Selain itu, paralegal harus memahami fungsinya dalam memberikan koseling dan bantuan hukum terhadap masyarakat.
“Semakin banyak lahirnya paralegal, tentunya pemerintah akan semakin terbantu. Karena dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya mengandalkan unsur penindakan aparat saja, namun juga mengandalkan fungsi pencegahan melalui pendidikan dan penyuluhan dari elemen masyarakat itu sendiri. Harapannya semakin banyak masyarakat yang memiliki kesadaran hukum.”
Dirinya juga menyambut baik inisiatif Aisyiyah untuk bersinergi dengan Kemenkumham RI. Di antaranya melalui bantuan hukum dalam bentuk pendanaan juga pelatihan serta penguatan sumberdaya paralegal yang dimiliki Aisyiyah.
Sejalan dengan itu, Rektor UAD Muchlas menekankan bahwa UAD akan siap memberikan dukungan terhadap program-program yang diinisiasi oleh Aisyiyah baik dalam sarana prasarana ataupun moril.
“Peluncuran Program Nasional Paralegal ini menjadi tonggak awal akselerasi pendampingan perempuan dan anak. Harapannya akan lebih banyak lagi keberadaan Posbakum Aisyiyah hingga level yang paling bawah yang lebih dekat dengan akar rumput.”
Peluncuran Program Nasional Paralegal Aisyiyah ini akan dilanjutkan dengan pelatihan paralegal di Bengkulu. Pelatihan paralegal yang bertempat di Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UM Bengkulu ini akan diikuti oleh 127 perwakilan dari seluruh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) di Bengkulu. Ke depan, pelatihan paralegal serupa rencananya akan digelar di 12 provinsi hingga akhir Oktober 2022. (Th)