MAGELANG, Suara Muhammadiyah – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti meninjau langsung gelar karya Pameran Kearifan Lokal Makanan Khas Kabupaten Magelang di SMA Taruna Muhammadiyah (TarunaMu) Gunungpring, Sabtu (24/9). Kegiatan tersebut berupaya mengangkat kembali makanan khas Gunungpring yang menjadi bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Mas Mu’ti, sapaan akrabnya tiba di halaman SMA TarunaMu Gunungpring didampingi oleh Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kabupaten Magelang Jumari. Lalu disambut oleh guru beserta laporan dan penghormatan oleh para taruna.
Usai istirahat dan melaksanakan salat dzuhur, Abdul Mu’ti meninjau gelar karya kearifan lokal makanan khas Gunungpring yang dilaksanakan 12-30 September 2022. Sambil mencicip makanan dan minuman khas Gunungpring satu persatu. Ia memberikan komentar dan saran agar dikembangkan hingga dapat dikomersialkan.
Tampaknya, ia menikmati dan tertarik dengan produk makanan yang dibuat oleh siswa. Ada bubur crobo, blandreng, jemunak, kupat tahu, es dawet, es cendol, dan bajigur. “Kesan kunjungan sekilas ini salut dan apresiasi kepada karya dan prestasi taruna taruni. Terlebih memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat,” katanya.
Kepala SMA TarunaMu Hima Sugiyarto mengungkapkan, gelar karya makanan khas ini menjadi pengalaman pertama. Harapannya para siswa bisa terus mempraktekan ketika pulang. Terlebih mempromosikan kembali makanan khas yang saat ini mulai ditinggalkan. “Makanan itu soal selera. Tapi setiap makanan ada standar layak atau tidak untuk dijual,” ujarnya.
Dirinya sempat menyampaikan hasil karya para siswanya. Ia mengapresiasi setidaknya telah berhasil membuat makanan khas gunungpring. Kendati demikian masih ada yang perlu diperbaiki dalam perbandingan bahan dan kekentalan. “Lidah orang memang berbeda-beda. Tapi kalau juri sudah sepakat, bisa dijual dan dikomersialkan,” jelasnya.
Sementara Waka Bidang Humas SMA TarunaMu Iqbal Aditya Fajar mengatakan, gelar karya makanan khas lokal ini sebagai salah satu penguatan profil pelajar pancasila. Setidaknya ada tiga proyel dalam satu tahun. Selain kearifan lokal ada juga rekayasa teknologi dan bangun jiwa ragaku. “Untuk proyek pertama ini kita mengangkat kearifan lokal yaitu makanan khas,” ucapnya.
Ia menambahkan, keempat jenis makanan khas itu diangkat berdasarkan survei. Yaitu melalui wawancara dengan masyarakat, pengarahan, dan pengantar dari pihak desa. Selain menggali informasi tentang bahan dan cara pembuatannya, juga mengetahui filosofi makanan tersebut.
“Kita sajikan seoriginal mungkin. Kemudian direview oleh juri namun sifatnya bukan kompetisi. Lebih kepada siswa itu tahu asal muasal dan nilai filosofisnya,” terangnya.
Salah satu peserta pembuat bubur Crobo dalam gelar karya yaitu Vinka dan Putri. Makanan khas berupa bubur itu berbeda dengan bubur pada umumnya. Yang membedakan adalah cara masaknya. Jika biasanya dipisah dengan sayur dan bahan lainnya, bubur crobo semua bahan di campur bersama saat dimasak. “Dulu juga menjadi makanan yang dikonsumsi Pangeran Diponegoro dan masyarakat,” terangnya. (Arf/Rpd)