CIANJUR, Suara Muhammadiyah – Pada pukul 05.30 WIB, aroma sedap opor ayam dengan asap mengepul terendus tajam dari lokasi parkir (27/6/2022). Di bawah tenda, delapan orang pengelola dapur umum sibuk menyiapkan menu untuk sarapan pagi para relawan Muhammadiyah. Sebagian yang lain, mengupas sayuran untuk menu makan siang. Ada yang mengupas bawang dan ada yang mengiris cabai dan ada yang menyiapkan bumbu dapur. Selebihnya mencuci peralatan masak, kran air tersedia langsung di dapur umum.
Sejak pukul 03.00 pagi semua juru masak sudah datang di dapur umum. Mereka datang sebagai panggilan hati untuk memenuhi nutrisi para relawan Muhammadiyah yang berjumlah hampir 300 orang lebih yang datang silih berganti.
Menurut Komalasari, yang juga aktif di Pimpinan Cabang Aisyiyah Sukaluyu, Cianjur, pasca gempa mengguncang Cianjur, tim dapur umum masih berjumlah 4 orang untuk melayani relawan Muhammadiyah di hari kedua. Memasuki hari ketiga, kata Komalasari, relawan sudah mulai banyak yang datang. Dengan frekuensi yang tinggi, di hari ketiga itu menghabiskan beras sejumlah 100 liter lebih.
Komalasari menyampaikan, tim dapur umum terdiri dari guru-guru, anggota Aisyiyah, Nasiatul Aisyiyah, immawan-immawati yang siap bergabung agar menu makanan tetap tersedia. “Alat-alat masak lengkap di hari ketiga baru terpenuhi setelah relawan Muhamamdiyah datang dari beberapa daerah,” ceritanya.
Melewati hari ketiga, Komalasari menyeritakan, setiap harinya menghabiskan kurang lebih 100 liter beras. Pagi hari 20 liter, siang hari 20 liter dan malam hari 20 liter. Dia mengatakan, kendala pasti ada, mulai dari persoalan waktu dan ketepatan tim untuk belanja bahan-bahan masakan yang harus cepat. Letih itu terbayar sudah, ketika Komalasari melihat para relawan Muhammadiyah datang menanyakan menu makanan hari ini dan menyantapnya dengan lahap. Relawan staminanya harus terjaga agar tidak sakit, karena mereka ditugaskan di lokasi bencana yang jauh dari poskor utama, pungkasnya.
Ahmad Taufiq yang turut bergabung dalam tim dapur umum, mengaku mengatur menu makan untuk setiap harinya. “Variasi menu makanan ditulis di papan menu agar relawan Muhammadiyah membacanya dan dapat mengetahui informasi di dapur umum”, ungkapnya.
Dalam mengatur menu makanan, lanjut Taufiq, ditargetkan di pagi hari pukul 06.00 wib, sarapan pagi harus sudah tersedia di meja hidangan. Pagi hari menurutnya adalah waktu yang krusial, karena para relawan Muhammadiyah jangan sampai perutnya kosong. “Mereka kan akan disebar di titik-titik lokasi, apalagi di lapangan kondisi tubuh harus tetap bugar”, ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, untuk menu makan siang, ditargetkan sebelum waktu dzuhur tiba masakan juga harus tersedia. Jika relawan tidak datang ke Poskor siang hari, sambung Taufiq, relawan Muhammadiyah akan meminta kepada tim dapur umum untuk dibungkus sebagai makan siang di lapangan.
Taufiq mengungkapkan, bahan – bahan yang ada tidak boleh terbuang sia-sia. Jika ada sisa harus bisa menjadi makanan. Bisa menjadi bakwan, atau gorengan lainnya yang bisa jadi cemilan relawan.
“Bahan-bahan ini hasil donasi masyarakat, jadi jangan sampai mubajir, harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin”, paparnya. Prinsipnya kata Taufiq, mengenyangkan, bergizi, dan bervariasi dari bahan yang ada. Ada kol, wortel, timun, buncis dan lainnya, semua hasil donasi masyarakat dari Bekasi, Cianjur, Bandung, Tangerang, Cianjur dan daerah lainnya.
Taufiq menyampaikan menu makan yang disediakan berupa sayur acar, empal gentong, sayur sop ayam, sayur buncis, sayur kangkung dan sayur labu ditumis, oseng bihun, oseng kol, kredok, dan menu lainnya.
Antono relawan dari Cilacap, yang juga ikut menyediakan menu makan untuk relawan mengatakan, baru kali ini saya dan kawan-kawan di tim dapur umum merasakan bagaimana tahapan – tahapan menyiapkan menu makan untuk relawan. “Ini baru pertama kali jadi tim dapur umum”, ujarnya.
Biasanya kata Antono, dulu saat menjadi relawan, saya hanya tinggal makan kemudian bergerak ke lapangan. Tapi kali ini, ikut bergabung menjadi tim dapur umum, pagi hari harus sudah bangun untuk menyiapkan menu makan. (Lazismu)