RH Moeljadi, Ketua Pertama PDM Lamongan

RH Moeljadi

RH Moeljadi Foto Istimewa

RH Moeljadi, Ketua Pertama PDM Lamongan

Oleh: Fathurrahim Syuhadi

Profil RH Moeljadi

RH Moeljadi merupakan Ketua Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan pertama. Ia menjabat sebagai ketua pada tahun 1966-1976. RH Moeljadi terpilih dalam konfrensi Muhammadiyah pada tahun 1966 di Lamongan

Sebelum menjabat sebagai Ketua Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan, RH Moeljadi menjadi Sekretaris Gerakan Pemuda Anshor Cabang Lamongan periode 1951-1954. Kemudian RH Moeljadi aktif di Masyumi dan menjadi salah satu anggota DPRD Lamongan

Moeljadi lahir pada tanggal 21 Juni 1921 di Desa Bedingin Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Moeljadi anak dari Raden Soetedja dan Nyai Fadillah, kedua orang tuanya memegang teguh tradisi Jawa. Sejak kecil Moeljadi hidup di lingkungan sangat kental dengan tradisi jawa

Raden Soetedja menjadi Lurah Desa Bedingin Kecamatan Sugio bentukan pemerintah Belanda. Oleh karena itu keluarga ini sangat dihormati dan disegani masyarakat sekitar. Moeljadi mendapat gelar Raden dari orang tuanya karena pada saat itu orang yang dijadikan pemimpin oleh masyarakat akan mendapat gelar Raden. Bahkan keluarga Moeljadi merupakan keturunan Sunan Giri. Mereka setiap tahun masih mengadakan pertemuan secara rutin sebagai “Keluargi Giri”

Pendidikan yang dilalui Moeljadi yaitu sekolah rakyat di desanya Bedingin. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren Langitan Tuban yang saat itu diasuh oleh KH Abdul Hadi. Moeljadi mondok ke pesantren dengan tujuan agar bisa mendapatkan ilmu tentang agama yang matang. Niat baik itu mendapat dukungan dari keluarga besarnya.

Moeljadi mengenyam pelajaran di pondok pesantren Langitan Tuban selama sembilan tahun, mulai dari setingkat Tsanawiyah hingga Madrasah Aliyah. Kecerdasan Moeljadi di lingkungan pondok pesantren sangat dikenal sekali. Bahkan KH Abdul Hadi pun sangat mengaguminya

Pada tahun 1940 Moeljadi lulus dari pondok pesantren Langitan Tuban dan diangkat sebagai guru di desa Pelabuhanrejo Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan. Diangkatnya sebagai guru merupakan kebijakan pemerintahan Belanda yang mendirikan sekolah dasar di desa tersebut.

Pada usia 21 tahun, Moeljadi mengakhiri masa lajangnya dengan mempersunting salah satu santrinya Siti Zaenab pada tahun 1942. Dari pernikahan dengan Siti Zaenab dikaruniai enam anak yaitu Zainal Maehmud, Nur chasan Sutedja (alm), Sri Supatmijati, Sulehan Arifin (alm), Ibnu Su‟ud dan Endah Wahjuwati

Dalam dunia pergerakan di Persyarikatan Moeljadi mengajak istinya untuk aktif di Aisyiyah. Selanjutnya Siti Zaenab menggerakkan Aisyiyah dan menjadi Ketua Pimpinan Aisyiyah Daerah Lamongan pertama periode 1967-1976.

Moeljadi bergabung dengan Partai Masyumi dan menjadikan sebagai media atau wadah pergerakan dan dakwah pada tahun 1950. Ia juga diangkat menjadi Pimpinan Masyumi Lamongan.

Kemudian tahun 1955 Moeljadi ikut berpartisipasi dalam Pemilu. Ia mulai gencar turun kemasyarakat untuk berkampayekan partai Masyumi di penjuru wilayah Lamongan dan sekitarnya. Perjuangannya membuahkan hasil partai Masyumi mendapat suara yang cukup besar di wilayah Jawa Timur lebih khusus wilayah Lamongan.

Dinilai kontribusinya yang cukup besar dalam perjuangan Masyumi Lamongan Moeljadi dihadiahi sebuah rumah oleh Masyumi. Rumah tersebut digunakan oleh Moeljadi untuk menampung kawula muda Lamongan yang mempunyai hasrat dalam politik dan berorganisasi.

Selain menjadi anggota Partai Masyumi, Moeljadi juga aktif menjadi Sekretaris Gerakan Pemuda Anshor Cabang Lamongan periode 1951-1954.

Setelah Masyumi membubarkan diri pada tahun 1960 Moeljadi bersama anggota Partai Masyumi lainnya memilih untuk bergabung dengan Muhammadiyah. Moeljadi sangat getol mengajak anggota Masyumi untuk bergabung di Muhammadiyah

Moeljadi menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh di daerah Lamongan, salah satu cara beliau melakukan proses pengkaderan yang unik, yaitu melalui sistem kader ngintil. Di mana Moeljadi berusaha memilih dan menggandeng terus beberapa orang untuk dipersiapkan dalam kepemimpinan berikutnya seperti A Manaf Zahri, KH. Abdurrahman Syamsuri dam Moh. Nadjih Bakar

Pada tahun 1966 Moeljadi terpilih dalam Konfrensi Daerah Muhammadiyah sebagai Ketua Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan. Muhammadiyah Lamongan pada saat itu masih berada di bawah naungan Muhammadiyah Cabang Bojonegoro dan Cabang Gresik.

Kabupaten Lamongan resmi berdiri secara organisatoris menjadi Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan berdasarkan SK PP Muhammadiyah No. C-076/D-13, tanggal 11 September 1967. Saat itu membawahi 5 (lima) cabang yaitu Cabang Lamongan, Cabang Jatisari (Glagah), Cabang Babat, Cabang Pangkatrejo dan Cabang Blimbing (Paciran).

Dari kelima cabang itulah akhirnya perkembangan Muhammadiyah kabupaten Lamongan mempunyai 27 cabang, dan ranting dengan penyesuaian tata administrasi pemerintahan.

Dengan terpilihnya Moeljadi sebagai ketua Muhammadiyah membuat pengaruh Muhammadiyah di Lamongan semakin meluas dengan daerah selatan dan utara Lamongan. Belahan selatan yaitu Cabang Lamongan, Babat, Kedungpring, dan Sugio.Sedangkan di utara yaitu Cabang Pangkatrejo, Paciran, Jatisari, Laren, dan Brondong.

Moeljadi bersama Muchtar Mastur pada tahun 1969 mendirikan asrama pelajar Al Khoiriyah di Ndapur Kelurahan Sidokumpul Kecamatan Lamongan satu kompleks dengan Masjid At Taqwa. Tanah yang ditempati adalah wakaf dari H Khoiri seorang pengusaha kulit di Lamongan. Sedangkan pembangunan gedungnya berasal dari para aqniya’ termasuk juga bantuan dari instansi di Jakarta.

Di asrama pelajar Al Khoiriyah menampung para pelajar dari berbagai daerah sekitar Lamongan, Bojonegoro dan Gresik yang rata rata putra para tokoh Persyarikatan yang sekolah di Negeri dan di Muhammadiyah. Mereka merupakan pelajar pilihan di sekolahnya. Dalam asrama tersebut para murid diajarkan tentang Al Qur’an, Al Hadist, Fiqih, Nahwu Shorof dan faham tentang Kemuhammadiyahan dan kepemimpinan.

Pada tahun 1970 RH Moeljadi diangkat sebagai Kepala Perwakilan Departemen Agama di Lamongan yang pertama. Dengan kesibukan sebagai Kepala Perwakilan ini mengakibatkan staqnanasi dalam perjuangan persyarikatan

Kisah Inspiratif

RH Moeljadi juga di kenal sebagai sosok yang mudah menempatkan dirinya dalam kondisi apapun dengan ciri khas kejawen mirip seperti Sunan Kalijaga memakai baju adat jawa dan sarung sewek. Tak lupa pula blangkon pun selalu dikenakan meski pada waktu itu songkok sudah menjadi simbol ulama-ulama dan orang Islam tetapi RH Moeljadi tetap mempertahankan ciri khasnya yang kejawen itu

Moeljadi selalu berpikir realistis. Ia tidak begitu saja mudah menerima informasi, apalagi ada hal hal urgen terkait kehidupan pribadi maupun umat. Suatu hari Moeljadi menceritakan, pada tahun 1970 an ia mendapat panggilan haji lewat telegram dari Departemen Agama Jakarta. Ia tidak percaya dengan informasi diberangkatkan haji tersebut. Kemudian surat panggilan berupa telegram itu dibuag ke sampah. Ternyata besok paginya surat itu sudah di mejanya lagi. Setelah dibaca kemudian dibuang lagi ke tempat sampah. RH Moeljadi berpikir secara nalar sehat beliau tidak mungkin bisa berangkat haji dengan kondisinya saat itu

Besok paginya lagi, surat panggilan haji itu sudah berada di mejanya lagi. Akhirnya Moeljadi percaya dan berangkatlah ia memenuhi panggilan Allah Swt ke tanah suci

RH Moeljadi dikenal sebagai ulama yang kharismatik. Hampir semua persoalan umat dan persyarikatan yang disampaikan kepada beliaunya bisa dijawab. Solusi yang disampaikan RH Moeljadi sangat runtut dan mudah diteriama. Walaupun demikian RH Moeljadi dalam kehidupan sehari hari maupun di organisasi beliau tidak mau disebut kiai, tetapi lebih bangga disebut Pak Moeljadi atau mbah Moeljadi

RH Moeljadi dalam pandangan sebagian masyarakat Lamongan diyakini mempunyai ilmu laduni. Ilmu ini merupakan pengetahuan yang diperoleh seseorang yang saleh dari Allah Swt melalui ilham dan tanpa dipelajari lebih dahulu melalui suatu tahapan pendidikan tertentu. Karena itu pula, ilmu ladunni adalah bukan hasil dari proses pemikiran, melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah.

Dalam keluarga RH Moeljadi dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana. Beliau mempunyai kebiasaan bepergian setiap pagi hari dengan berjalan kaki dengan menggunakan tongkatnya. Tak jarang pula beliau tidak pulang ke rumah selama berhari-hari.

Diusianya yang sudah tua RH Moeljadi mampu berjalan beberapa puluh kilometer sejak setelah shalat subuh sampai siang. Termasuk yang sering dikunjungi adalah Balai Pengobatan Islam (Bakis) Muhammadiyah Lamongan Jl KH Ahmad Dahlan cikal bakal RSM Lamongan, kemudian asrama pelajar Al Khoiriyah di Ndapur Lamongan. Pertama yang beliau perhatikan adalah kebersihan, termasuk kebersihan lantai maupun kaca.

RH Moeljadi meskipun lebih senior dan berpengalaman dalam berorganisasi dan berpolitik sangat nenghormati dan menghargai sosok KH Abdurrahman Syamsuri karena keulamaannya sebagai seorang hafidl Al Quran dan alim di bidang ulumuddin. RH Moljadi gemar meguru kepada KH Abdurrahman Syamsuri

Karena hubungannya yang baik kedua tokoh itu saling silaturrahim dan kunjung rumah dan bahkan saking bermalam di rumahnya bergantian. Sebelum shubuh KH Abdurrahman Syamsuri harus pulang ke paciran untuk mengisi pengajian shubuh santrinya. Ketika RH Moeljadi menginap di Paciran ia diberikan kesempatan oleh KH Abdurrahman Syamsuri untuk mengisi pengajian penguatan semangat berjuang di masyarakat bagi santri santri Pondok Karangasem Paciran.

Pada tahun 1996, Pimpinan Daerah Aisyiyah Lamongan merintis Qoriah Thoiyibah di Desa Bedingn Cabang Sugio. RH Moeljadi sebagai sesepuh Muhammadiyah Lamongan banyak terlibat mendampingi dan mengarahkan Tim sampai berdirinya TK Aisyiyah di Dusun Kuripan Desa Bedingin

Perjalanan Organisasi

Masa Tahun 1966-1969

Moeljadi ditetapkan sebagai Ketua Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan melalui Konferensi Daerah pertama kalinya di Lamongan pada tahun 1966. Hal ini merupakan tonggak sejarah penting bagi gerakan persyarikatan Muhammadiyah Lamongan.

Pada kepemimpinan ini, Moeljadi sudah melibatkan anak muda seperti Abd. Rosyad Suwadji menduduki Bagian Pengajaran. Di samping itu juga melibatkan para saudagar atau pengusaha sukses seperti H Usman Dimyati pemilik Losmen Mahkota menjadi bendahara. Sementara itu ulama kharismatik Kiai Muchtar Mastur sebagai wakil ketua dan kiai Khozin Ilham sebagai sekretaris.

Periode ini merupakan masa konsolidasi. Kepemimpinannya masih sangat sederhana. Konsolidasi dilakukan untuk memberikan pemahaman keberadaan Muhammadiyah di Lamongan. Termasuk menjaga disharmonisasi antara Muhammadiyah dan NU

Pada tahun 1969 ini telah diselengarakan Darul Arqom Pimpinan Muhammadiyah dengan ketua Abd. Rosyad Suwadji bertempat di Lamongan dan Pangkatrejo

Masa Tahun 1969-1976

Moeljadi setelah diangkat sebagai Kepala Perwakilan Departemen Agama di Lamongan, Muhammadiyah Lamongan mengalami kevakuman karena berbagai hal. Salah satunya adanya peraturan dan larangan pemerintah bagi pegawai negeri tidak boleh aktif di organisasi massa. Para pegawai negeri harus monoloyalitas ke Golkar

Posisi ini sangat delematis bagi RH Moeljadi. Satu sisi ia ingin menggerakkan Muhammadiyah secara dinamis, sisi lain ia dihadapkan pada aturan di tempat kerjanya sebagai pegawai negeri.

Untuk menghindari kevakuman ini, maka dibentuklah Presedium Ketua Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan yang terdiri dari Oemar Hasan, A. Manaf Zahri, H Zainudin, dan KH. Abdurrahman Syamsuri

Mekanisme kerja Presidium adalah mengendalikan organisasi secara kolektif. Peran-peran sebagai ketua, sekretaris maupun bendahara dilakukan juga secara kolektif atau bersama-sama. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-39 di Padang tahun 1974 utusan Lamongan diwakili anggota Presedium yaitu Oemar Hasan, BA dan KH Abdurrahman Syamsuri.

Walaupun RH Moeljadi sudah tidak menjabat sebagai Ketua Pimpinan Muhammadiyah Daerah Lamongan tetapi beliau tetap berkontribusi besar sebagai sesepuh yang dakwah dan pemikirannya dibutuhkan persyarikatan. Para santri, kader dan generasi penerusnya tetap menjalin komunikasi dan mendengarkan nasehatnya. Apabila ada persoalan tentang persyarikatan maka beliau mampu memberikan solusi yang terbaik.

RH Moeljadi wafat dalam usia 84 tahun di rumah anaknya yang terakhir Endah Wahjuwati di Malang. Beliau wafat pada tanggal 22 Oktober 2004 dan dimakamkan di kota Malang sebagaimana pesan terakhirnya.

Fathurrahim Syuhadi, Ketua MPK PDM Lamongan

Exit mobile version