MEDAN, Suara Muhammadiyah – Sekeretris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Prof Dr Ma’ruf Cahyono SH MH mengatakan, pembangunan Hukum Nasional ke depan harus berangkat dari situasi dan kondisi faktual berbangsa dan bernegara saat sekarang ini.
“Kondisi ini harus dicermati secara seksama dan dipahi betul, sehingga paradigma pembangunan hukum ke depan menjadi bagian dari diagnosa untuk mengatasi kondisi hukum kita sekarang,” ujar Ma’ruf Cahyono saat menyampaikan Kuliah Umum dengan tema ‘Paradigma Pembangunan Hukum Nasional dalam Kompleksitas Masyarakat 5.0’ di Auditorium Kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Kamis (9/3).
“Karena kalau tidak berangkat dari itu tentu kita tetap dalam berparadigma, apalagi dalam membuat rencana-rencana strategis pembangunan hukum nasional ke depan,” imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, pembangunan hukum merupakan tindakan atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membentuk kehidupan hukum ke arah yang lebih baik dan kondusif.
Kemudian ia membeberkan, bahwa kondisi hukum nasional sekarang ini tidak hanya dipengaruhi oleh yang berasal dari internal Indonesia sebagai negara bangsa, tapi juga secara signifikan dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Dari sisi internal, kata Ma’ruf Cahyono, banyak persoalan-persoalan hukum yang dapat dirasakan bersama. Hal itu tercermin mulai dari narasi bahasa yang paling sederhana sampai yang paling keren. Mulai dari kesan bahwa “hukum atau legal policy belum sepenuhnya bisa memberikan jaminan kepastian”, sampai “hukum belum bisa memberikan manfaat yang besar untuk kita semua”
“Dan tentu kemanfaatan hukum itu harapan kita adalah keadilan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Ma’ruf Cahyono, faktor-faktor yang terjadi hari ini tidak terlepas dari eko sistem strategis yang ada di lingkungan kita, apalagai bila dikaitkan dengan pengaruh eksternal yang bernama tren-tren global (global-trends) yang tidak bisa tidak bangsa Indonesia harus masuk dalam pusaran itu.
“Kita tidak bisa menolak. Oleh karena itu maka tentu kita harus memiliki cara-cara pembangunan hukum yang baru, agar kondisi yang ada saat ini bisa beradaptasi, tidak hanya untuk mengatasi persmasalahan internal tapi juga permasalahan eksternal di tingkat global,” tegasnya.
Selanjutnya ia menjelaskan, bahwa society 5.0 sangat mempengaruhi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
“Kita merasakan hal-hal empirik pengaruh dari perkembangan teknologi informasi mulai dari tatanan moral, etik bahkan tatanan hukum kita. Tanpa dimintapun akan mewarnai kehidupan sehari-hari kita,” sebutnya.
Menurutnya, tren-tren global yang ada itu sesungguhnya adalah faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi. Implikasinya, mulai dari hulu idiologi bangsa yakni Pancasila, kemudian turun kepada hukum dasar yang namanya konstitusi juga tidak bisa tidak, harus berorientasi kepada globalisasi.
Selain itu, ada juga tren-tren global lain yang sesunggunya turut andil mempengaruh tatanan kehidupan kita, seperti geo-politik, geo ekonomi dan lain sebagainya
“Dengan adanya keterbukaan informasi sekarang mahasiswa haru melakukan analisa dan identifikasi, kira-kira kalau begina kondisinya hukum kita orientasi hukum kita ke depan harus seperti apa? Jika kita paham, paling tidak sekarang kita bisa merancang paradigma pembangunan hukum nasional yang bisa menyiasati pelbagai persoalan tersebut,” jelasnya.
Dari tatanan-tatanan yang berubah, lanjut Ma’ruf Cahyono, kemudian bangsa Indonesia sekarang ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan yang sangat luar biasa. Diungkapkannya, dari pandangan para ahli setidaknya ada sejumlah tantangan serius yang dihadapi Indonesia di era society 5.0 yang disingkat dengan VUCA (Volatility, Uncertainity, Complexity dan Ambiguity).
Pertama Volatiliti, yakni sekarang ini zaman sedang mengalami satu kondisi yang begitu cepat, yang mengakibatkan semua perubahan itu sulit untuk diditeksi dan diantisipasi. “Banyak ahli mengatakan, era disrupsi informasi,” ujarnya.
Kedua, Uncertainity, yakni fenomena ketidakpastian yang terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan kita.
“Politik kita begitu dinamis yang juga dipengaruhi dinamika politik global, demokrasi kita begitu dinamis karna juga pengaruh demokrasi modern. Ekonomi, sosial budaya kita juga seperti itu juga terpengaruh oleh kultur dan gaya hidup dari bangsa-bangsa lain yang tidak bisa kita bendung datangnya dan tidak bisa kita tolak kehadirannya. Tentunya ini mempengaruhi bagaiman sikap kita, dan dalam konteks hukum bagaiman kebijakan hukum kita kedepan,” jelasnya.
Ketiga, Complexity, yakni kecenderungan kehidupan yang kopleks, tidak sederhana dan serba saling terkait.
“Di zaman ini tidak ada satu permasalahan yang tidak terkait dan mengait dengan permasalahan yang lain dalam bidang apapun. Politik kita berkait dengan ekonomi, ekonomi kita berkait dengan sosial budaya. Tentunya, kompleksitas ini harus bisa kita antisipasi dengan merancang paradigma pembangunan hukum seperti apa,” tegasnya.
Keempat, Ambiguity, yakni kondisi mendua yang membingungkan. Ini merupakan implikasi dari 3 kecenderungan sebelumnya
Karena itu, kata Ma’ruf Cahyono, dengan memahami keempat kecenderungan tersebut, kita bisa menidentifikasi tantangan pembangunan hukum nasional Indonesia kedepan kira-kira seperti apa, sehingga kondisi yang niscaya ada karena pengaruh global itu bisa diminimalisisr dan membangun bangsa kedepan melalui pembangunan hukum itu bisa dilakukan dalam rangka mewujudkan visi Indonesia masa depan
“Dalam konteks Indonesia tantangannya bukan itu saja, Indonesia adalah bangsa yang plural dan beragam, bhineka. Kita memiliki heterogenitas atas apapun, bukan cuma terkait SARA, munculnya kelas-kelas sosial juga menjadi persoalan,” sebutnya.
“Karena itu, VUCA ini menjadi satu pemahaman yang bisa melahirkan gagasan-gagasan untuk menyiasati dan mengatasinya, sehingga kita bisa tetap eksis, termasuk dunia hukum kita meskipun dengan tantangan-tantangan yang berat,” pungkasnya. (Syaifulh/Riz)