Distorsi Makna Idul Fitri dan Esensi Mudik
Oleh: Riza A. Novanto, M.Pd
Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari, semua bahagia menyambut kedatangan hari kemenangan. Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang dirayakan setiap tahun setelah bulan Ramadan. Selama bulan Ramadan, umat Islam berpuasa dari matahari terbit hingga matahari terbenam setiap hari. Setelah bulan penuh pengorbanan ini, umat Islam merayakan Idul Fitri sebagai tanda syukur mereka atas keberhasilan menyelesaikan ibadah puasa.
Namun, distorsi makna Idul Fitri terkadang terjadi ketika sebagian orang menganggap Idul Fitri hanya sebagai momen untuk bersenang-senang dan berpesta. Padahal, Idul Fitri sebenarnya adalah momen untuk merayakan kemenangan atas diri sendiri dalam mengendalikan hawa nafsu selama bulan Ramadan. Selain itu, momen ini juga menjadi kesempatan untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, kerabat, teman dan saudara-saudara lainnya.
Sementara itu, esensi mudik pada saat Idul Fitri terkadang juga menjadi terdistorsi ketika sebagian orang menganggap mudik hanya sebagai ajang untuk berlibur atau berpesta dengan keluarga di kampung halaman. Padahal, esensi dari mudik sebenarnya adalah untuk saling mengunjungi antara keluarga dan kerabat di kampung halaman, dan meningkatkan rasa persaudaraan serta kebersamaan antar sesama.
Selama pandemi Covid-19 mudik dilarang untuk mencegah penyebaran virus. Sebagai gantinya, pemerintah menggalakkan tradisi silaturahmi dengan keluarga dan kerabat secara virtual atau dengan mengirimkan pesan dan hadiah. Hal ini dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kita semua. Oleh sebab itu pada tahun 2023 ini mejadi puncak kebahagiaan masyarakat yang beberapa tahun lalu mengalami kendala tak bisa mudik.
Makna Mudik Lebaran
Mudik merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama oleh mereka yang merantau di kota-kota besar, untuk pulang ke kampung halaman pada saat Hari Raya Idul Fitri. Tradisi mudik ini memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Indonesia, terutama yang memiliki latar belakang budaya agraris.
Secara budaya, mudik Lebaran memiliki makna sebagai ajang untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman. Selain itu, tradisi mudik ini juga menjadi momen untuk berterima kasih kepada orangtua dan leluhur di kampong halaman yang telah memberikan dukungan dan perjuangan dalam hidup kita. Hal ini tercermin dalam tradisi ziarah ke makam keluarga, yang dilakukan sebelum atau setelah Lebaran.
Selain itu, mudik Lebaran juga memiliki makna sosial dan ekonomi sebab pada saat mudik, masyarakat Indonesia cenderung menghabiskan uang yang mereka tabung sepanjang tahun untuk memberikan kado atau bingkisan kepada keluarga dan tetangga. Hal ini juga menjadi momen bagi mereka yang bekerja di kota untuk memberikan sumbangan atau bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan di kampung halaman.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi mudik Lebaran juga menjadi polemik karena faktor kemacetan dan peningkatan angka kecelakaan di jalan raya. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan keselamatan dan kesehatan dalam melakukan tradisi mudik Lebaran, serta memperkuat makna asli dari tradisi tersebut sebagai momen untuk mempererat tali silaturahmi dan menghargai nilai budaya serta sosial yang ada di Indonesia.
Memaknai Idul Fitri Yang Sebenarnya
Idul Fitri memiliki makna yang sangat penting bagi umat Islam sebagai momen kemenangan atas diri sendiri dalam mengendalikan hawa nafsu selama bulan Ramadan. Bulan Ramadan sendiri adalah bulan yang penuh pengorbanan dan refleksi diri, di mana umat Islam berpuasa dan memperbanyak ibadah sebagai bentuk pengabdian dan penyerahan diri kepada Allah.
Setelah melewati bulan Ramadan dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan ketekunan, Idul Fitri menjadi momen untuk merayakan kemenangan dan keberhasilan dalam mengendalikan hawa nafsu selama bulan suci tersebut. Idul Fitri juga menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga, kerabat, dan teman-teman serta mengampuni kesalahan sesama dan memaafkan.
Dalam maknanya yang sebenarnya, Idul Fitri juga menegaskan kembali pentingnya nilai-nilai Islam yang mendorong umatnya untuk hidup saling menghormati, saling membantu, dan saling mencintai. Oleh karena itu, selain merayakan keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa, Idul Fitri juga merupakan momen untuk merenungkan dan mengevaluasi diri sendiri serta melanjutkan perjuangan dalam meningkatkan kualitas hidup beragama dan sosial di masyarakat.
Dalam era yang semakin modern ini, penting bagi umat Islam untuk memaknai Idul Fitri dengan benar, bukan hanya sebagai momen untuk berpesta atau merayakan kebebasan makan dan minum setelah berpuasa selama sebulan. Melainkan, menjadikan Idul Fitri sebagai momen untuk mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta memperkuat solidaritas dan persatuan dalam keberagaman masyarakat Indonesia.
Menyikapi Perbedaan Penetapan Hari Raya Idul Fitri
Pada Idul Fitri tahun 1444 H ini berpotensi ada perbedaan penetapan dan Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri pada Jum’at, 21 April 2023. Perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri yang terjadi di Indonesia terutama disebabkan oleh perbedaan metode perhitungan kalender dan posisi bulan. Sebagian umat Islam menggunakan metode hisab atau perhitungan matematis, sedangkan sebagian lainnya mengandalkan metode rukyat atau pengamatan langsung posisi hilal.
Namun, sejatinya perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri ini tidak boleh menjadi pemecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam. Sebagai umat Islam yang satu, seharusnya kita bisa menghormati perbedaan tersebut dan memilih untuk saling menghargai pendapat yang berbeda.
Hal ini tercermin dalam Surat Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita seharusnya memilih untuk menyelesaikan perbedaan ini secara damai dan tidak memperkeruh situasi dengan konflik atau perdebatan yang tidak perlu. Kita juga bisa memilih untuk merayakan Idul Fitri bersama dengan kelompok atau jamaah yang kita percayai memiliki cara penetapan hari raya yang sama dengan kita.
Hal terpenting dalam merayakan Idul Fitri adalah menghargai makna yang terkandung di dalamnya, yaitu kemenangan atas diri sendiri dalam mengendalikan hawa nafsu selama Ramadan, dan momen untuk mempererat tali silaturahmi dengan sesama serta meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Riza A. Novanto, M.Pd, Dosen STIKes Muhammadiyah Tegal