Memaknai Pertambahan Usia
Oleh: Amalia Irfani
Pernahkah saat bertambahnya bilangan angka pada usia yang Allah titipkan, ada renungan, kesyukuran bahkan kesedihan yang menyelimut hati karena merasa belum sepenuhnya dapat melaksanakan Amr Mar’uf nahi Munkar? Atau pernahkah ada perbaikan diri yang telah kita lakukan saat usia terasa tidak lagi remaja?
Allah SWT menegaskan, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka jika telah datang waktunya, mereka tidak akan dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (QS. Al-A’raf [7]: 34). Ini menandakan bahwa usia adalah rahasia Allah SWT, dan sejatinya umur yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya adalah titipan yang harus dijaga dengan baik dan diisi dengan kebermanfaatan. Nilai umur manusia bukan dipandang karena panjang atau pendeknya, tetapi diukur dari kualitas kebaikan dan amal sholeh yang dilakukan selama hidup. Maka merugilah manusia, jika lama ia bernafas didunia tetapi tidak banyak kebaikan hidup yang dilakukan.
Dalam surah al-Asr, ayat kedua disebutkan ciri manusia yang merugi tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat yakni, manusia yang tidak menggunakan waktu dengan baik atau hanya dipakai untuk melakukan hal yang sia-sia, dan tidak bermanfaat. Banyak kesempatan yang Allah beri namun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Manusia tersebut akan merugi di hari akhir, dan tidak akan ada waktu untuk merubah, kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh.
Falsafah Kebaikan
Berbuat baik akan memberikan kebaikan dan kebahagiaan bagi yang ikhlash melakukannya sebab ingin mendapatkan ridha Allah. Jika ada yang berkata bahwa, kesempatan dan peluang melakukan kebaikan tidak akan datang untuk kedua kali, maka sesungguhnya banyak cara, banyak motif yang bisa kita lakukan untuk meraih pahala. Untuk di zaman sekarang dengan kemudahan berkomunikasi dan informasi, maka cerdas dalam menggunakan gawai merupakan salah satu keharusan agar hidup lebih bermakna dan memberi nilai kebaikan untuk diri juga orang lain.
Menjadikan hidup lebih baik dengan berusaha mengajari diri untuk tunduk dan patuh pada perintah Allah harus menjadi tujuan, terpatri kuat di sanubari dan berusaha diamalkan dalam tiap kesempatan. Untuk warga dan simpatisan Muhammadiyah, dapat mencontoh dan mengamalkan pelajaran hidup yang diajarkan Kiai Ahmad Dahlan yang beliau sebut sebagai falsafah hidup. Falsafah hidup ditulis oleh Kiai Haji Raden Haji Hadjid, salah satu murid Kiai Dahlan. Butiran falsafah tersebut ia kumpulkan setelah selama enam tahun berguru (1916-1923) kepada pendiri organisasi Islam yang disebut Prof. William Liddle sebagai The Largest Islamic Organisation atau organisasi Islam terbesar yang seabad lebih mampu bertahan dan terus bergerak melintasi zaman.
Ada tujuh falsafah hidup Kiai Dahlan, yang merupakan gambaran bagaimana kepribadian Kiai Dahlan dalam berinteraksi dan berkomunikasi di masyarakat. Dari ketujuh falsafah, falsafah ketiga berbunyi “Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian menjadi biasa”.
Kiai Dahlan meyakini perbuatan baik jika dilakukan terus menerus maka akan jadi kebiasaan yang membentuk identitas diri menjadi baik sebab aktifitas berulang membutuhkan komitmen dan kesungguhan, dan hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh individu yang hatinya telah diselimuti ikhlash dan ridha pada Ilahi.
Banyak diantara kita yang sering gagal berproses menjadi baik, salah satunya karena minim semangat, dan tidak berusaha mencari circle yang juga baik. Dalam suatu riwayat Rasulullah menegaskan “Seseorang itu berada pada agama teman karibnya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah yang dia jadikan teman karibnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ahmad)
Falsafah ketiga juga dapat kita kaitkan dengan usia manusia yang tidak dapat diprediksi kapan dan dimana akan berakhir. Manusia hanya perlu membiasakan berbuat baik, serta belajar mencari hal- hal yang juga baik hingga maut menjemput.
Amalia Irfani, Sekretaris Pengembangan Pasantren PW Muhammadiyah Kalbar, Divisi Pendataan LPPA PWA Kalbar