REMBANG, Suara Muhammadiyah – Siapa bilang mengurus jenazah itu sesuatu yang mudah dan sederhana? Sebaliknya, menganggap kegiatan tersebut hanya untuk memenuhi fardhu khifayah yang sulit dan merepotkan pun juga keliru. Apapun itu, dalam kenyataannya, pengurusan jenazah masih sering menjadi problem bagi sebagian warga Muhammadiyah. Untuk itulah Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Rembang, Jateng, menyelenggarakan Pelatihan Pemulasaraan Jenazah. Kegiatan digelar di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Lasem, 30 Juni 2024.
Wakil ketua PDM Rembang, Hadi Purwaningsih, dalam sambutan pembukaannya, menyatakan bahwa beban paling mencolok pada keluarga yang tengah berduka adalah kebingungan harus berbuat apa terkait pengurusan jenazah. Menghadapi situasi semacam ini, Hadi berpesan agar semua warga Muhammadiyah di lokal masing-masing harus bergerak untuk meringankan beban mereka. Ia menambahkan bahwa kematian adalah awal dari kehidupan abadi di mana nasib tiap individu tergantung pada kualitas iman dan amal ibadahnya. “Oleh karena itu, mengurus jenazah seorang muslim adalah ibadah berpahala besar kerena kita ikut menjaga marwah makhluk mulia di hadapan Allah subhanahu wata’ala,” ucap Hadi.
Menurut Ketua Majelis Tabligh PDM Rembang, Indarto, yang juga ketua panita pelatihan, penyerahan urusan jenazah dari keluarga almarhum/almarhumah kepada orang lain adalah hal yang kurang tepat selagi anggota keluarganya masih ada. Apalagi, mereka yang selama ini bertugas sebagai pemandi jenazah hingga penyerahan mayat ke liang lahat sering tidak memahami fikih jenazah.“Melalui pelatihan ini, kita ingin membangun tradisi baru pemulasaraan jenazah sebagai hal yang tidak terlalu merepotkan, bila ngerti ilmunya,” kata Indarto.
Sarana Dakkwah Persyarikatan
Pelatihan pemulasaraan jenazah ini menghadirkan empat narasumber, yakni Abdul Hamid (Wakil Ketua PDM Rembang), Sumidi (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Rembang), Rohmad (Wakil Ketua PDM Jepara) dan Tri Kartika Dewi (Biro Rohani RS PKU Muhammadiyah Pamotan). Keempat pembicara ini menyajikan materi sekaligus praktiknya di depan sekitar sempat puluh peserta yang dibagi dalam dua kelas: perempuan dan laki-laki. Kelas perempuan diisi sepenuhnya oleh Tri Kartika Dewi.
Seperti diketahui, dalam ajaran Islam, terdapat empat kewajiban khifayah terhadap jenazah. Keempat fardhu itu adalah: memandikan, mengkafankan, menyalatkan dan mengubur jezanah. Di luar empat kewajiban tersebut ada kelaziman yang selama ini menjadi tradisi pengurusan jenazah, yakni upacara pemberangkatan dan doa kubur. Menurut Hamid, upacara pemberangkatan jenazah, meski tidak masuk dalam empat kewajiban muslim terhadap jenazah, tetap merupakan sesi penting. Bukan hanya untuk menekankan hikmah kematian dan menghibur keluarga jenazah, melainkan juga sebagai sarana dakwah Muhammadiyah dalam menyosialisasikan tata cara mengurus jenazah sesuai anjuran sunnah Rasul. “Kita dapat menyampaikan pesan kepada para audiens tentang tata cara mengurus jenazah yang tidak neko-neko yang kerap memberatkan ahli waris, namun hak-hak si mayit kita penuhi dengan sebaik-baiknya,” kata Hamid.
Lebih jauh, Hamid menjelaskan ada sekitar sembilan poin yang harus disampaikan mereka yang diberi kehormatan untuk pidato mengantar jenazah. Kesembilan itu adalah : ungkapan yang menghibur keluarga jenazah dengan kalimat istirja yang disambung pernyataan kehilangan atas berpulangnya almarhum/; mengenang kesalehan almarhum/almarhumah (ahli ibadah, ahli sedekah, ahli ilmu) semasa hidupnya; mengenang almarhum/almarhumah sebagai teladan; memintakan maaf kepada mu’aziyin/muaziyat atas kesalahan mayit; penyataan hak-hak adami berupa hutang-piutang si mayit untuk segera diselesaikan dengan ahli waris; mendoakan almarhum/almarhumah diampuni dosa-disannya; memberi nasehat kepada ahli waris (suami/istri, anak, cucu) untuk senantiasa mendoakan almarhum/almarhumah; menasihati ahli waris untuk meneruskan perjuangan almarhum/almarhumah; ucapan terima kasih dan mendoakan kepada mereka yang hadir hingga berkenan mengantarkan jenazah ke maqbarah; dan membaca doa orang si mayit.
Pada sesi berikutnya, narasumber Sumidi memyampaikan materi tata cara salat jenazah. Sesi ini berlangsung hangat karena terjadi dialog pemikiran fikih jenazah sesuai Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah. Menurut Sumidi mengutip HPT, shalat jenazah dapat dilakukan secara berjamaah dan munfarid. Bila berjamaah, bacaan imam dilakukan dengan sirr. “Posisi imam berada di sejajar dengan perut bila mayitnya perempuan, dan di posisi kepala bila mayitnya laki-laki. Sementara posisi kepala jenazah dapat di sisi selatan dapat pula di sisi utara,” tutur Sumidi menjelaskan.
Sumidi juga menguraikan terdapat dua versi tentang cara menshalati jenazah disepakati Tarjih. Versi pertama: takbir pertama dilanjutkan membaca Al Fatihah dan shalawat, takbir kedua dilanjut membaca do’a, takbir ketiga dilanjut membaca doa, dan takbir 4 salam. Sementara versi kedua adalah: takbir pertama dilanjutkan membaca Al Fatihah, takbir kedua dilanjutkan dengan doa allahummaghfirlahu/allahummaghfirlaha dst, takbir ketiga 3 dilanjut doa, dan takbir keempat dilanjut doa lalu salam. “Dua-duanyanya dibenarkan alias diperbolehkan dalam Tarjih,” tutup Sumidi.
Memandikan, Mengkafankan dan Menguburkan.
Di sesi berikutnya yang dibawakan Rohmad (Wakil Ketua PDM Jepara) tak kalah menarik, yakni cara membantu calon mayit menghadapi kematian, memadikan mayit, mengkafankan serta menguburkan jenazah. Memulai sesinya dengan gambaran suasana dan keadaan orang sedang sakit atau menjelang kematian. “Maka, talkinlah dengan suara lembut, dan bila orang tersebut telah meninggal tutuplah kelopak matanya, dan tutuplah jenazah dengan kain serta didoakan. Setelah itu kita persiapkan pemulasaraan, dan umumkan berita kematian,” kata Rohmad
Berbicara dibarengi dengan praktik, Rohmad menjelaskan urutan mengurus jenazah dengan melepaskan baju si mayit tetapi dengan tetap menutup auratnya. Mereka yang memandikan jenazah harus orang yang saleh, jujur, dapat dipercaya sehingga dapat menjaga aib fisik si mayit. Mengutip dalil-dali terkait pengurusan jenazah, Rohmad menjelaskan siapa yang berhak memandikan jenazah: Pertama, harus satu jenis kelamin dengan si mayit. Kedua, boleh tidak sejenis kelamin tapi mereka adalah mukhrim si mayit. Ketiga, suami boleh memandikan mayit istrinya dan sebaliknya. Keempat, wanita boleh memandikan anak laki² ang masih kecil (balita), tapi laki-laki dewasa tidak boleh memandikan mayit perempuan balita.
Mengacu HPT, Rohmad menjelaskan tata cara memandikan jenazah. Selama proses pemandian jenazah, kata Rohmad, tubuh jenazah harus selalu ditutup, khususnya bagian aurat. Di bawah kain itu, tubuh mayit disiram sebanyak tiga kali mulai dari bagian kepala hingga kaki. Setelah itu, tekan bagian perut jenazah untuk mengeluarkan sisa kotoran. Sembari disiram, bagian dubur jenazah pun dibasuh hingga bersih sebagaimana orang istinja’. “Untuk itu, siapa pun yang bertugas memandikan jenazah harus mengenakan sarung tangan karena kita dilarang menyentuh aurat jenazah, selain untuk menjaga kebersihan.
Langkah berikutnya adalah me-wudhukan jenazah. Usai itu, mandikan jenazah sebanyak tiga kali dengan menggunakan sabun mandi. Setelah dianggap bersih, lakukan penyiraman ke tubuh jenazah dengan air larutan kapur barus. “Selain untuk menambah harum, air kapur barus ini dapat membuat tubuh mayat jadi kesed,” kata Rohmad.
Usai itu, keringkan tubuh mayit dengan menggunakan handuk, dan disusul dengan penutupan dengan menggunakan kapas yang sudah dipilin-pilin pada enam lubang pada tubuh laki-laki (mulut, hidung, telinga dan dubur. Jika mayit itu perempuan, penutupan ketujuh adalah di bagian vagina. Setelah jenazah siap dikafankan. Panjang kain kira-kira tinggi jenazah ditambah 60 cm.
Diperlukan tiga lembar kafan untuk jenazah laki-laki, dan lima lembar untuk jenazah perempuan. Pada kasus jenazah laki-laki, caranya adalah letakkan secara berturut-turut kain pembungkus terluar (lapis ketiga), lalu kain lapis kedua, dan kain lapis pertama. Tiap meletakkan masing-masing lapis kain tersebut diberi serbuk kayu cendana. “Pada kain lapis pertama ini dapat berupa baju sederhana yang terdiri dari atasan dan bawahan. Bila mayat perempuan ditambah lagi kain sebagai celana dalam, serta kerudung,” tutur Rohmad.
Setelah itu, mayit dibungkus dengan kain kafan, dimulai dari kain lapis pertama. Setelah itu, mayat diikat di tiga bagian, yakni kepala, perut dan kaki. Jika masih diperlukan, ditambah dua lagi karena jumlahnya harus ganjil. Dan, jenazah pun siap untuk dibahwa ke tempat pemakaman.
“Pada saat menurunkan jenazah, upayakan turun tiga orang, dan posisi orang kedua berada berlawanan arah dari dua rekannya yang di pinggir. Ini akan memudahkan pada saat penurunan jenazah ke liang lahat. Pada saat memasukkan jenazah, lafal doanya adalah … ” kata Rohmad.
Di liang lahat, jenazah dimiringkan ke arah kiblat. Untuk itu, kita boleh menggunakan ganjal dari batu atau gumpalan tanah dengan jumlah sesuai kebutuhan. “Lalu, lepaslah ikatan-ikatannya, dan pada bagian kepala kain harus dibuka hingga bagian pipi jenazah menempel ke tanah. Setelah itu, jenazah kita kuburkan,” kata Rohmad.
Menyenangkan
Pelatihan pemulasaraan jenazah yang digelar sehari penuh itu berjalan dengan lancar serta menyenangan. Dialog terjadi di setiap sesi sehingga kelas terasa dinamis. Beberapa peserta merasa memperoleh pengetahuan baru bagaimana mengurus jenazah secara syar’i dan efektif. Pengakuan ini datang dari peserta utusan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Sedan, Syaiful Huda. “Alhamdulillah sangat senang sekali mengikuti pelatihan pemulasaran jenazah ini. Insya Allah ilmunya akan sangat berguna baik di pekerjaan maupun di lingkungan sosial sekitar kita. Saya berharap akan ada rencana tindak lanjut terkait kegiatan ini.”
Ketua panitia Indarto menyatakan perasaan puas karena pelatihan berjalan sesuai rencana. Melalui pelatihan ini, ia berharap masing-masing Pimpinan Cabang Muhammadiyah dapat menyelenggarakan pelatihan serupa yang dilanjutkan dengan membentuk tim di tingkat cabang dan ranting sehingga semakin banyak warga Muhammadiyah memiliki pengetahuan dan keterampilan mengurus jenazah. (kardi)