Oleh: Alif Sarifudin Ahmad (ASA)
Para pencinta kisah kehidupan Suara Muhammadiyah yang berbahagia…
Ketika kantong mata kita sudah mulai kelihatan mengendur, uban bertabur, kulitpun sudah mulai bergaris-garis tak jelas, suara sudah tak semerdu dulu, wajah mulai berbeda. Tapi ada yang tetap mengikat di hati kita bahkan terus bersemi hingga akhir nanti …..ya siapa lagi kalau bukan…. C i n t a. Kata yang terdiri lima huruf atau empat huruf dalam bahasa Inggris l o v e, bahkan dua huruf dalam bahasa Arab (Hub) kekuatannya sangat dahsyat.
Suatu hari nabi SAW ditanya oleh sahabat beliau, Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan iman itu? Rasulullah bersabda, “Hendaklah Allah dan RasulNya lebih engkau cintai daripada selain cinta kepadanya.” Ada yang melanjutkan dengan pertanyaan, kalau begitu orang yang mencintai RasulNya berarti mencintai selain Allah?.
Pertanyaan tersebut terkait dengan sikap Rabi’ah Al Adawiyah yang tidak mau menikah lagi sepeninggal suaminya. Alasannya karena dirinya mengaku hanya mencintai Allah. Rabi’ah Al Awadiyah adalah wanita hebat. Dia sufi yang sangat tinggi tingkatannya. Suatu ketika ada orang alim terkenal melamar Rabi’ah. Dia adalah Hasan Basri.
Dalam logika publik atau pandangan masyarakat waktu itu, jika kedua orang alim bertemu, bergabunglah dua orang hebat sehingga menumbuhkan kehidupan keluarga yang sangat ideal. Sakinah, mawaddah, rahmah, dan berkah. Tetapi apa yang terjadi? Rabiah Al Adawiyah menolaknya dengan cara lembut dan bijaksana.
Rabiah bertanya kepada Syekh Hasan Basri. Menurut Anda, berapa besar perbandingan akal wanita dengan akal pria? Hasan Basri menjawab, akal wanita 10%, sedang akal pria 90%. Rabiah melanjutkan, bagimana perbandingan nafsu wanita dan nafsu lelaki? Hasan Basri menjawab, nafsu wanita 90% sedang nafsu lelaki 10%.
Dengan jawaban tersebut Rabiah mengatakan, Mengapa saya (wanita) yang memiliki akal hanya 10% mampu mengendalikan nafsu yang 90%? Sedang lelaki yang memiliki akal 90% tak mampu mengendalikan nafsunya yang hanya 10%? Dengan jawaban tersebut Hasan Basri mengerti kalau lamarannya ditolaknya.
Setiap insan hendaknya menyalurkan cintanya dengan cara yang diridhoi Allah. Kalau seseorang telah mencintai Allah secara mendalam, maka tidak ada ruang untuk memberi kesempatan bagi masuknya cinta kepada yang selain Allah.
Banyak sahabat nabi SAW yang kaya raya, namun begitu Rasulnya menawari kesempatan untuk menginfakkan hartanya di jalan Allah, mereka berlomba memberikannya tanpa perhitungan. Nabi bersabda, Cintailah Allah karena nikmat yang Allah berikan kepadamu. Cintai aku karena kecintaanmu kepada Allah. Dan cintailah keluargaku karena kecintaanmu kepadaku. (HR Turmudzi).
Artinya kita boleh mencintai selain Allah tetapi landasannya karena cinta kepada Allah. Kita cinta kepada binatang boleh asal menyadari bahwa binatang itu ciptaan Allah, begitu cinta kepada yang lain. Lihatlah cintanya Abdurrahman bin Auf pada perjuangan Islam yang telah menginfakan hartanya sekitar 73 miliar saat itu. Lihatlah kepiawaian Salman Al-Faritsi ketika merelakan kesukaan kepada kekasihnya untuk Abu Darda, lihatlah Abu Bakar yang rela membelikan pohon kurma milik orang Yahudi seharga sepuluh kali lipat hanya untuk mencintai sahabatnya untuk dihadiahkan kepada Abu Dujanah yang sering disakiti tetangganya.
Ketika kita mencintai sesama muslim tentu berbeda ketika seorang suami mencintai istri atau sebaliknya. Kita ingin mencintai karena Allah. Hari berganti hari, asalnya kita tak saling mengenal. Tapi setelah kita saling mengenal timbul banyak permasalahan. Ada rindu, benci, cemburu, bahagia, duka, dan suka. Cinta juga merupakan suatu emosi dari kasih sayang yang kuat atas ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya.
Pada saatnya nanti kita semua akan bersatu dalam cinta Abadi yakni karena dipersatukan iman. Itulah yang dinamakan syafaat sahabat. Sesungguhnya penduduk Surga, jika telah masuk ke dalam Surga dan tidak mendapati sahabat-sahabat mereka yang dulu ketika di dunia sama-sama dalam kebaikan, maka mereka akan memberikan syafaat untuk para sahabat tersebut di hadapan Allah seraya berkata: Lalu Allah Azza wa Jalla berfirman: “Pergilah ke Neraka dan keluarkanlah orang-orang yangg di dalam hatinya masih punya iman meski sebkecil dzarrah.”
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Perbanyaklah teman-teman Mukmin, karena meraka akan dapat memberikan syafaat pada hari Kiamat.” Apabila orang-orang kafir melihat yangg demikian, mereka mengatakan: “Tidak ada yang memberi syafaat kepada kami dan kami tidak punya seorang teman pun sekarang.”
“Wahai Rabbku, sesunggunya kami memiliki sahabat-sahabat yang dahulu shalat bersama kami, dan puasa bersama kami, namun saat ini kami tidak melihat mereka di Surga.” Itulah ungkapan cinta kasih seorang sahabat di surga mengingat cintanya di dunia. Karena itu melalui tulisan ini berharap agar kita bersama dalam persyarikatan sesama sahabat hindari perdebatan yang menimbulkan kebencian. Tebarkan kasih saying untuk mengukir syafaat sahabat setelah syafaatul uzhma.
Syafa‘atul ‘Uzhma ialah semacam pengampunan umum yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada sebahagian manusia di akhirat nanti dengan memberikan izin kepada Nabi Muhammad Shalalahu Alaihi Wa Sallam untuk melaksanakannya. Pada waktu itu manusia dalam keadaan resah dan bingung menghadapi nestapa yang mereka alami. Mereka mendatangi para Nabi supaya mereka memohonkan kepada Allah agar nestapa itu dijauhkan dari mereka.
Para Nabi menyatakan bahwa mereka tidak sanggup melaksanakannya. Akhirnya atas petunjuk Nabi Isa Alaihissalam mereka mendatangi Nabi Muhammad Shalalahu Alaihi Wa Sallam agar beliau memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga derita yang mereka tanggung itu hilang. Setelah beliau berdoa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengabulkannya dengan memberi izin kepada beliau untuk memberi syafa‘at (pertolongan) kepada mereka. Berdasarkan izin itu beliau membebaskan orang-orang yang beriman dari derita itu dan memasukkan mereka ke dalam surga, sedang orang-orang kafir dimasukkan ke dalam neraka, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ اللهُ النَّاسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُونَ لَوْ اسْتَشْفَعْنَا عَلَى رَبِّنَا حَتَّى يُرِيحَنَا مِنْ مَكَانِنَا فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ أَنْتَ الَّذِي خَلَقَكَ اللهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيكَ مِنْ رُوحِهِ وَأَمَرَ الْمَلاَئِكَةَ فَسَجَدُوا لَكَ فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ رَبِّنَا فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ وَيَقُولُ ائْتُوا نُوحًا أَوَّلَ رَسُولٍ بَعَثَهُ اللهُ فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا إِبْرَاهِيمَ الَّذِي اتَّخَذَهُ اللهُ خَلِيلاً فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ وَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا مُوسَى الَّذِي كَلَّمَهُ اللهُ فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ فَيَذْكُرُ خَطِيئَتَهُ ائْتُوا عِيسَى فَيَأْتُونَهُ فَيَقُولُ لَسْتُ هُنَاكُمْ ائْتُوا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَأْتُونِي فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَإِذَا رَأَيْتُهُ وَقَعْتُ سَاجِدًا فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ يُقَالُ لِي ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهْ وَقُلْ يُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُ رَبِّي بِتَحْمِيدٍ يُعَلِّمُنِي ثُمَّ أَشْفَعُ فَيَحُدُّ لِي حَدًّا ثُمَّ أُخْرِجُهُمْ مِنْ النَّارِ وَأُدْخِلُهُمْ الْجَنَّةَ ثُمَّ أَعُودُ فَأَقَعُ سَاجِدًا مِثْلَهُ فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ حَتَّى مَا بَقِيَ فِي النَّارِ إِلاَّ مَنْ حَبَسَهُ الْقُرْآنُ. [رواه البخاري ومسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: berkata Rasulullah saw: Nanti Allah akan mengumpulkan manusia di hari kiamat, lalu mereka berkata, seandainya ada orang yang memohonkan syafaat kepada Tuhan kami untuk kami sehingga kami terbebas dari keadaan kami ini. Lalu mereka datang kepada Nabi Adam, mereka berkata:
Engkaulah orang yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya (langsung) dan meniupkan kepada engkau ruh dari-Nya dan memerintahkan malaikat, lalu mereka sujud kepada engkau, maka berilah kami syafaat yang berasal dari Tuhan kami. Adam menjawab: bukan aku yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Adam berkata: datanglah kepada Nuh Rasul yang pertama kali diutus Allah.
Lalu mereka datang kepada Nuh dan Nuh menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Ibrahim orang yang dijadikan Allah teman-Nya. Lalu mereka datang kepada Ibrahim dan Ibrahim menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Musa orang yang pernah berbicara dengan Allah.
Lalu mereka datang kepada Musa dan Musa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, sambil menyebut kesalahan-kesalahannya. Datanglah kepada Isa dan Isa menjawab: aku bukanlah orang yang dapat memberikannya, datanglah kepada Muhammad saw, karena sesungguhnya Muhammad telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan datang. Mereka pun mendatangiku, maka aku pergi minta izin kepada Tuhanku. Maka ketika aku melihat-Nya aku segera sujud, Ia membiarkanku sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Kemudian dikatakan: Angkatlah kepala engkau, mintalah pasti diberi, katakanlah niscaya akan didengar, mintalah syafaat pasti diberi. Lalu aku mengangkat kepalaku, lalu aku memanjatkan pujian kepada Tuhanku sesuai dengan yang diajarkan kepadaku, kemudian aku diizinkan memberi syafaat kepada orang-orang tertentu.
Kemudian aku keluarkan mereka dari neraka dan aku masukkan ke dalam surga. Kemudian aku kembali menyatakan dan bersujud seperti semula, kemudian ketiga dan keempat, sehingga yang tinggal dalam neraka adalah orang yang tidak percaya dan menantang al-Qur’an.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
Di samping hadits di atas, ada lagi beberapa hadits shahih yang menerangkan tentang syafaat itu dan isinya sama dengan isi hadits di atas.
Dari penjelasan hadits di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
- Hak memberi syafaat itu hanya ada pada Allah, sebagai yang ditegaskannya:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. [البقرة (2): 255].
Artinya: “Siapakah yang dapat memberi syafa‘at di sisi Allah tanpa izin-Nya.” [QS. al-Baqarah (2): 255].
- Pada hari kiamat Nabi Muhammad saw diberi izin oleh Allah untuk memberi syafaat kepada sebahagian manusia sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
- Di antara yang diberi syafaat itu ialah orang-orang yang beriman kepada al-Qur’an dan tidak menentangnya.
Kesimpulan
Berdasarkan tulisan sederhana di atas, setelah syafaatu uzhma yakni berupa pengampunan umum yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada sebahagian manusia di Akhirat nanti dengan memberikan izin kepada Nabi Muhammad untuk melaksanakannya ada yang dinamakan syafaat sahabat.
Setiap penghuni Neraka yang memiliki keimanan, meskipun hanya seberat biji sawi, ia tidak akan kekal di Neraka. Suatu saat pasti ia akan keluar dari Neraka dan masuk ke Surga. Baik dengan syafaat para pemberi syafaat, di antaranya Nabi Muhammad SAW maupun langsung dengan rahmat Allah, juga syafaat sahabat atau jamaah bahkan di dalam kita teguh di persyarikatan.
Tentang penghuni surga terbagi menjadi sebagai berikut.
- LANGSUNG MASUK SURGA (Bighoiri hisab)
- Melalui Hisab seluruh amalnya dan memasukinya dari beberapa pintu
- Di siksa dulu di neraka dan dimasukkan ke surga
Di Akhirat tidak ada kematian lagi. Semua mendapat Jaza atau balasan yang mesti diterima masing-masing insan. Perjalanan yang begitu berat, lama, dan penuh kesusahan di akhirat merupakan ujian setiap insan. Di sinilah pentingnya syafaat sahabat karena di dunia saling mencintai karena iman. Wallahu A’lam.
ASA, Ketua PDM Kota Tegal