Wafatnya Utsman bin Affan (Bagian ke-1)
Oleh: Donny Syofyan
Utsman adalah seorang reformis, seperti halnya Umar bin Khattab. Sebelum memeluk Islam, Utsman adalah seorang saudagar kaya raya dari keluarga terpandang, yakni bani Umayyah. Ayahnya adalah salah seorang yang terkaya di Makkah. Ia mewarisi kekayaan ayahnya pada usia 20 tahun saat beliau meninggal. Karena kecakapannya berdagang, Utsman mampu mempertebal pundi-pundi kekayaannya dalam waktu yang tidak lama, sehingga ia digelari Ustman si kaya raya. Utsman dikenal tidak pernah merokok dan menenggak minuman keras, bahkan jauh sebelum menjadi Muslim. Sungguh pun berwajah rupawan, Utsman tidak pernah mengejar-ngejar wanita atau gila wanita.
Ketika memutuskan jadi Muslim, kegemparan muncul di kalangan bani Umayyah. Selama beberapa tahun, bani Umayyah di bawah pimpinan Abu Sufyan menjadi faksi anti-Islam di kalangan suku Quraisy. Kedua-dua istri Utsman mencela keputusan suaminya menjadi pengikut Muhammad. Utsman lalu menceraikan kedua istrinya dan menikahi dua putri Rasulullah, Ruqayya dan kemudian Ummu Kaltsum. Kaum Muslimin senang ketika seorang saudagar kaya menjadi bagian mereka. Ia selalu berupaya membantu mereka sekuat kemampuan yang dimilikinya, terutama lewat bantuan finansial. Sebagai contoh, ia membiayai hijrah pertama kaum Muslimin ke Habasyah (Ethiopia). Utsman menjadi donator pengembangan mesjid di Madinah dan menginfakkan sumur yang dibelinya dari seorang Yahudi bernama Ruma buat kepentingan umum.
Semuanya dimiliki oleh Utsman: kekayaan melimpah, berwajah cakap dan menikahi dua putri Rasulullah. Karena kelebihan yang dimilikinya, ia dihinggapi rasa bersalah. Karenanya ia menghabiskan banyak waktunya dengan shalat, puasa dan membaca Al- Qur’an. Sahabat yang sangat takut kepada Allah ini akhirnya menjadi khalifah yang ketiga. Ketika diamanahi jabatan kekhalifahan, Utsman memungut pajak dan membangun jembatan, menjalankan pengadilan, menetapkan upah/gaji, dan mengatur sekecil apa pun urusan kekhalifahan. Langkah pertama yang dilakukan Utsman adalah menata keuangan negara, sesuatu yang sangat dipahami oleh Utsman. Sebelumnya, pengeluaran negara tidak dicatat bahkan dihitung. Meskipun baytul mâl dan lembaga-lembaga keuangan lain sudah eksis, Utsman betul-betul mereformasi dan merampingkan keseluruhan sistem.
Dibandingkan masa-masa sebelumnya, semua uang pajak mengalir ke ibukota Madinah. Negara membiayai semua pengeluaran negara. Dengan cara ini, Utsman semakin memusatkan wewenang di ibukota Madinah. Dalam beberapa tahun kemudian, Utsman dan timnya meningkatkan pemasukan negara. Ia melakukannya dengan mereformasi dan mengganti banyak gubernur di pelbagai provinsi. Sebagai misal, gubernur dan sekaligus pembebas Mesir Amr bin Ash tidak mampu menyediakan atau menyetor pajak yang memadai ke Madinah. Utsman menggantinya dengan saudara tirinya, Abdullah bin Sa`ad. Mantan gubernur Mesir, Amr bin Ash, menolak dan menyatakan bahwa Abdullah bin Sa`ad telah menyalahgunakan wewenangnya dengan menindas dan membiarkan warga Mesir kelaparan demi meningkatkan pajak.
Bagaimanapun juga, dilihat dari keberhasilannya meningkatkan pendapatan bagi ibukota Madinah lewat pajak, keputusan pengangkatan Abdullah bin Sa`ad sebagai gubernur Mesir baru oleh Utsman dinilai sebagai keputusan finansial yang tepat dan bijak. Ini memberikan preseden bagi keputusan-keputusan politik Utsman selanjutnya. Tak lama kemudian, gubernur di provinsi Kufah dan Bashrah juga diganti oleh Utsman dengan orang-orang yang dianggapnya kapabel dan terpercaya. Kebetulan yang punya kemampuan dan terpercaya tersebut berasal dari kerabatnya sendiri, bani Umayyah.
Setelah mengganti gubernur Mesir, Utsman kembali menjalankan reformasi keuangan. Ia mengganti kebijakan sebelumnya yang melarang Muslim merampas tanah di wilayah-wilayah Yahudi dan Nashrani yang ditaklukkan oleh pasukan Muslim. Sebagai seorang saudagar, Utsman percaya kepada kebebasan ekonomi. Untuk itu, ia mengganti peraturan dan mengizinkan Muslim untuk membeli lahan di daerah-daerah yang ditaklukkan. Lebih lanjut Utsman memberikan stimulus berbentuk pinjaman kepada kaum Muslimin untuk mengolah lahan yang telah dibeli. Dalam tempo yang relatif singkat, kaum Muslimin sudah membeli dan mengakuisisi banyak lahan di seantero kekhalifahan. Kelompok yang amat diuntungkan dengan kebijakan ini tak lain tak bukan adalah kerabat Utsman sendiri yang memang sudah kaya terlebih dahulu, yakni bani Umayyah. Mereka juga tak mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses dan mengembalikan pinjaman ke kas negara.
Secara umum, ekonomi berkembang pesat di masa Utsman sehingga menstimulasi ledakan pembangunan di seluruh kawasan kekhalifahan. Jalan-jalan umum diperbaiki dan diperluas, kanal-kanal baru digali, sistem irigasi diperbaiki, pelabuhan dan pasar-pasar baru dibangun dan ditata, dan lebih kurang 5000 mesjid dibangun. Utsman yang kaya raya dan berwajah tampan ini telah memosisikan dirinya sebagai bapak pembangunan. Rakyat sejahtera dan khalifah Utsman kian dikagumi dan dihormati oleh kebanyakan rakyatnya.
Namun tidak setiap orang menyukai Utsman. Sepanjang masa kekhalifahannya, sejumlah pemberontakan di daerah bekas kekaisaran Sasaniyah pecah, yakni di Fars, Azerbaijan, Sistan, Tabaristan dan Khurasan. Pemberontakan ini berakhir dengan berbagai cara. Beberapa daerah sepakat membayar upeti. Ada yang diberi otonomi. Tapi ada juga daerah seperti Tabaristan yang akhirnya diperangi dan dihancurkan. Upaya meredam pemberontakan (penaklukan kembali) wilayah-wilayah bekas kekaisaran Sasaniyah jauh lebih berdarah dan kejam dibandingkan penaklukan awal di masa khalifah Umar bin Khattab.
Secara total dibandingkan kekhalifahan Umar, ekspansi teritorial di masa kekhalifahan Utsman jauh lebih kecil. Alasannya karena Utsman bukanlah seorang militer. Ia menyerahkan urusan-urusan militer kepada para komandan militer lokal. Sejatinya khalifah Utsman hanya mengukuhkan wilayah-wilayah yang sudah ditaklukkan oleh khalifah Umar. Satu-satu gebrakan militer yang dipancangkan oleh Utsman adalah menegakkan angkatan laut Muslim. Gubernur Syria di Damaskus Mu`awiyah membangun armada Muslim pertama dengan memanfaatkan keahlian masyarakat setempat, yang pada awalnya dimaksudkan untuk melawan angkatan laut Bizantium. Dengan kekuatan angkatan laut ini, pasukan Muslim menaklukkan pulau-pulau Siprus, Rodos, Kreta, dan Sisilia. Hemat sejumlah sejarawan, pasukan Muslim juga mendirikan sejumlah koloni dan pos perdagangan di garis pantai Iberia.
Pertempuran paling sengit yang melibatkan armada kaum Muslimin adalah pertempuran Foinikos/tiang kapal (معركة ذات الصواري; ma‘rakat dzât al-shawârî). Di sini, angkatan laut Muslim yang baru saja dibentuk secara telak mengalahkan angkatan laut veteran Bizantium di lepas pantai Lycia di Phoenix (sekarang Finike), laut Mediterania. Pertempuran ini mengubah perimbangan kekuasaan di kawasan tersebut. Kekhalifahan Islam bukan lagi sekadar penguasa daratan tapi kini juga menjadi adidaya lautan yang berhadapan secara frontal dengan kekuatan apa di mana pun.
Prestasi khalifah Utsman bin Affan yang paling monumental adalah penyelesaian edisi Al-Qur’an secara definitif, yang dikenal dengan mushhaf `utsmânî. Kitab suci ini dikompilasi berdasarkan ayat-ayat. Semua versi lain dibakar sehingga ada sementara sarjana atau pakar yang menuduh Utsman melakukan konspirasi mengubah isi Al Qur’an. Edisi ini kemudian disalin, diperbanyak dan disebarkan ke seluruh dunia. Edisi ini bertahan hingga sekarang di kalangan umat Islam. Utsman menghabiskan waktu dua belas tahun membangun angkatan laut hingga melakukan pelayaran luar negeri, membekuk pemberontakan Sasaniyah hingga pembukuan Al Qur’an—(bersambung)
Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas